Setelah Satu Purnama, Akhirnya (Cinta) Rangga Kembali

Redaksi Pena Budaya
1403 views
','

' ); } ?>
Ilustration by Natalie A

Ilustration by Natalie A

Judul Film : Ada Apa dengan Cinta? 2

Sutradara : Riri Riza

Produser : Mira Lesmana

Distributor : Miles Productions

Penulis : Riri Riza, Prima Rusdi

Pemain : Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Sissy Priscillia, Adinia Wirasti, dan Dennis Adhiswara

Tanggal Rilis : 28 April 2016

Lokasi Syuting : Jakarta, Yogyakarta, dan New York City

Negara : Indonesia

Bahasa : Indonesia

Nilai Penulis : 6 (skala 1 – 10)

Sinopsis :

Film dibuka dengan berkumpulnya geng Cinta di galeri sastra dan fotografi milik Cinta. Setelah 14 tahun (2001 – 2015) perjalanan hidup tokoh Ada Apa dengan Cinta, ternyata mereka memiliki kisahnya masing-masing: Cinta (Dian Sastrowardoyo) yang nyatanya masih mencintai Rangga (Nicholas Saputra) menyangkal perasaannya dengan menerima lamaran Trian (Ario Bayu), karakter baru di film Ada Apa dengan Cinta? 2; Maura (Titi Kamal) telah lulus S3 Kebidanan (Kedokteran?) dan menikah dengan Chris (Christian Sugiono) yang juga karakter baru hingga memiliki empat orang anak; Milly (Sissy Priscillia) telah menikah dengan Mamet (Dennis Adhiswara) dan tengah mengandung anak pertamanya yang berusia tiga bulan kandungan; Karmen (Adinia Wirasti) baru keluar dari Rumah Rehabilitas karena tertangkap memakai narkoba setelah ditinggal pergi oleh suaminya yang selingkuh dengan perempuan lain beberapa tahun sebelumnya; sedangkan Alya (Ladya Cheryl) telah meninggal dunia pada tahun 2010 karena kecelakaan yang menimpa dirinya.

Pada saat berkumpul, Cinta mengabarkan bahwa ia akan pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri pameran Eko Nugroho, fotografer terkenal yang karyanya digemari Cinta. Ia juga mengajak ketiga sahabatnya untuk ikut pergi ke Yogyakarta dengan tujuan liburan, tanpa mengajak pasangannya masing-masing. Pada saat itu pula Cinta menyampaikan bahwa dirinya telah menerima lamaran Trian di malam sebelumnya. Milly dan Maura tampak senang mendengarnya, kecuali Karmen. Ia tampak kecewa karena tahu bahwa perasaan Cinta kepada Rangga tidak berubah. Namun, Karmen tidak berkomentar, hanya setia mengamati perkembangan mimik wajah Cinta yang terkadang murung ketika teringat masalah New York dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Rangga. Akhirnya, keempat sahabat itu pergi berlibur ke Yogyakarta setelah sebelumnya berkunjung ke makam Alya.

Di sisi lain, tepatnya di kota Brooklyn, Amerika Serikat, Rangga memiliki kedai kopi bersama temannya dan dibantu oleh seorang pegawai perempuan. Oleh temannya, ia disarankan untuk mencari pasangan dan melupakan Cinta sebagai kekasih lamanya. Tanpa diduga, adik tiri Rangga dari ibunya mengunjungi Rangga di kedai kopinya dan mengatakan bahwa ibunya amat rindu ingin bertemu. Awalnya Rangga bersikeras membenci ibunya karena dianggap telah lari dan meninggalkan Rangga bersama almarhum ayahnya, namun, saat adik tirinya memberikan foto ibunya yang juga terdapat alamat rumahnya di Yogyakarta, Rangga berubah pikiran dan berencana untuk kembali ke Indonesia.

Setelah menghadiri pameran foto Eko Nugroho, geng Cinta jalan-jalan mengelilingi Yogyakarta, hingga pada suatu kesempatan, Karmen dan Milly tidak sengaja melihat Rangga ada di kota yang sama. Masalah muncul, di saat Cinta sudah teguh untuk menikah dengan Trian, Rangga datang menghancurkan semuanya. Milly dan Maura—yang sudah diberitahu akan kehadiran Rangga—sepakat untuk menutupi kabar ini dari Cinta sampai Cinta benar-benar menikah dengan Trian. Namun berbeda dengan Karmen yang bersikeras ingin mempertemukan Cinta dan Rangga agar masalah yang mereka hadapi bisa terselesaikan.

Akhirnya, keputusan bulat diambil. Cinta diberitahu akan kehadiran Rangga. Awalnya, Cinta menolak untuk bertemu Rangga, tetapi setelah mempertimbangkan satu dan lain hal, Cinta mengalah dan bersedia bertemu dengan Rangga. Di salah satu kafe, mereka berdua berjumpa. Cinta mengungkapkan semua kekesalannya kepada Rangga hingga waktu Rangga membela diri menjadi sedikit lebih singkat. Rangga mengakui kesalahannya dan Cinta sudah mulai bisa mengatur emosinya.

Ternyata, pertemuan mereka berdua tidak bisa berlalu singkat begitu saja. Rangga meminta agar Cinta mau menemaninya jalan-jalan sambil mengobrol untuk terakhir kalinya. Awalnya Cinta menolak karena sudah berjanji akan jalan bersama ketiga sahabatnya, tetapi melewatkan tawaran Rangga untuk berjalan bersama ialah hal yang keliru sehingga Cinta menghabiskan malamnya bersama Rangga hingga pagi datang menjelang. Pada malam harinya, Rangga memberikan selembar kertas berisi puisi yang ditulisnya di atas pesawat kepada Cinta. Cinta kembali ke villa ketika langit sudah cerah, dengan diantar oleh Rangga. Di sinilah, sebelum mereka berdua berpisah, Cinta dan Rangga berciuman.

Geng Cinta kembali ke Jakarta dan mulai disibukkan lagi dengan pekerjaannya masing-masing. Di Jakarta, Cinta merasa galau untuk menceritakan pertemuannya dengan Rangga kepada Trian, hingga akhirnya Trian yang merasa bahwa Cinta telah berubah sekembalinya dari Yogyakarta.

Tak diduga, Rangga datang menemui Cinta dan berharap mereka bisa kembali seperti dulu. Tetapi, Cinta mengatakan bahwa ciumannya kemarin tiada artinya dan dia akan sesegera mungkin menikah dengan Trian. Rangga kecewa dan merasa tidak memiliki harapan lagi. Akhirnya, ia kembali ke Amerika dan melanjutkan hidup di sana. Ketika Rangga hendak pergi meninggalkan Cinta, ia berpapasan dengan Trian yang wajahnya sudah mulai menaruh curiga, dan cinta menjadi khawatir luar biasa.

Satu purnama kemudian, Rangga menjalani aktivitasnya di New York. Tanpa diduga, (Cinta) kembali. Benar-benar satu purnama. Hanya saja, Cinta yang kembali menghampiri Rangga. Cinta mengatakan bahwa perkataannya mengenai ciuman mereka ketika di Yogyakarta itu tiada artinya, bohong belaka. Akhirnya mereka kembali berciuman dan bersatulah dua manusia yang penuh cinta itu.

Di akhir cerita, Rangga menggendong seorang bayi. Cinta menghampiri. Tetapi ternyata itu bukan bayi mereka, melainkan bayi Mamet yang baru dilahirkan oleh Milly, istrinya.

Analisis :

Secara keseluruhan, film ini bagus dan layak ditonton. Dengan bumbu komedi yang diselipkan di setiap adegan, mampu menambah hiburan penonton untuk beberapa saat. Karakter geng Cinta yang khas masih dipertahankan. Hal itu membuat film ini sangat terasa AADC-nya. Misalnya, Milly yang memang dari asalnya tulalit, masih saja bertindak konyol dan mengeluarkan pertanyaan (dan pertanyaan) yang menggelitik. Karmen yang tomboy, tetap pada sikapnya yang keras kepala dan pengayom kawan-kawannya. Maura yang centil, sangat natural dan paling memikat penonton di setiap aksi kecentilannya. Tak diragukan lagi, Cinta yang perfeksionis merasa gengsi untuk mengakui kerinduannya terhadap Rangga.

Tak dapat dipungkiri bahwa pamor Ada Apa dengan Cinta begitu menggelegar dunia pertelevisian Indonesia. Setelah sukses membuka dunia perfilman remaja Indonesia pada tahun 2002, tidak susah bagi film ini untuk menyedot penonton di nusantara, bahkan hingga ke mancanegara, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Thailand.

Ditayangkan pada 183 layar bioskop di Indonesia, film ini masih laku keras hingga sepuluh hari setelah pertama kali tayang. Bahkan, nyaris di semua bioskop, jumlah penontonnya mampu mengalahkan jumlah penonton Civil Wars produksi Marvel Studios yang juga merupakan film yang paling ditunggu-tunggu pecinta film di Indonesia. Sepak terjang film ini memang begitu melegenda sehingga di beberapa studio bioskop Indonesia, jumlah penonton pada pada setiap jam tayangnya selalu penuh sampai kursi paling depan.

Walaupun kisah Cinta dan Rangga tergolong biasa dan klise, tetapi penambahan ide mengenai karya seni fotografi dan pengetahuan mengenai Yogyakarta membuat film ini layak diacungkan jempol. Selain itu, soundtrack khas AADC yang mengiringi setiap adegan menjadikan film ini lebih merasuk ke dalam sanubari tiap penonton.

Tak ketinggalan, puisi-puisi Rangga tetap menghiasi alur cerita dan membuat film ini tidak kehilangan romansa sastranya. Kemajuan pesat bagi Rangga pula dalam menulis puisi, karena puisinya di film ini terasa lebih indah dari puisi-puisinya pada film sebelumnya.

Namun demikian, tentu film ini memiliki banyak kelemahan. Malah, bisa dikatakan bahwa kelemahan dan kecacatan film ini lebih ketara daripada film pertamanya. Misalnya, kematian Alya tidak diceritakan lebih detail. Memang, disebutkan bahwa Alya meninggal pada tahun 2010 akibat kecelakan, namun detail dan penggambarannya sungguh sangat miskin. Padahal, Alya merupakan salah satu dari geng Cinta yang tentunya memiliki peran penting dalam film ini. Maka akan terasa sangat mengganggu jika kematian Alya dilewatkan begitu saja.

Selanjutnya alasan ibu Rangga yang meninggalkan anak dan suaminya itu juga tidak dijelaskan secara detail. Di sana hanya dikisahkan bahwa ibu Rangga menikah lagi dengan laki-laki lain karena ayah Rangga terlibat kasus pada tahun 1998. Pertemuan Rangga dan ibunya juga terkesan biasa saja, tidak selayaknya (semengharukan) pertemuan ibu dan anak setelah lebih dari lima belas tahun berpisah.

Kejadian yang tidak kalah mengherankan selain kematian Alya, ialah kematian ayah Rangga. Jika Alya meninggal karena kecelakaan, ayah Rangga tidak diketahui meninggal karena apa. Entah karena faktor usia, radang ginjal, atau bunuh diri.

Ketika cerita berjalan klise, saya mengharapkan endingnya tidak mengecewakan. Tetapi, siapa yang dapat mengira bahwa endingnya terkesan antiklimaks. Ending yang seharusnya mampu membuat penonton bernapas lega, menangis pilu, tertawa, atau geram malah membuat penonton melongo tidak mengerti. Karena di sana hanya diceritakan, setelah satu purnama, Cinta ke Amerika dan menemui Rangga. Karakter Trian sama sekali hilang. Tak dijelaskan bagaimana Cinta bisa memutus hubungan dengan Trian. Tak dijelaskan amarah Trian ketika memergoki Rangga mendatangi Cinta secara diam-diam. Tidak disebutkan mengapa Trian mengizinkan Cinta kembali menghampiri Rangga. Semuanya serba singkat dan tidak jelas asal-usulnya.

Selanjutnya, yang bisa penulis soroti ialah tanda tangan Rangga dalam buku diary-nya. Penonton tentu masih ingat tanda tangan Rangga di dalam buku diary pertamanya yang diberikan kepada Cinta. tanda tangan yang berada tepat di halaman pertama buku diary Rangga. Tanda tangan yang terlihat elegan dan memesona. Namun, tanda tangan Rangga berubah menjadi kaku dan terkesan memaksakan di film ini. Mungkin karena Nicholas Saputra sudah sangat lama tidak melatih tangannya untuk menorehkan tanda tangan Rangga. Tetapi, hal kecil seperti itu sangat mengganggu. Penulis yang sejak pertama kali melihat tanda tangan Rangga (pada film pertama) langsung terpesona dan mencoba mengikuti untaian tanda tangan itu, menjadi enggan dan mengutuk tanda tangan Rangga di film kedua yang sungguh tidak elegan.

Akhirnya, saya hanya mampu memberikan nilai 6 untuk film Ada Apa dengan Cinta? 2 ini dari skala 1 hingga 10. Saya tidak mengatakan bahwa film ini buruk, tetapi saya juga tidak menyarankan untuk menonton film ini bagi mereka yang terlalu berharap lebih akan AADC 2. Tetapi, secara keseluruhan, film ini layak tonton dan menghibur. Hanya sebatas itu. Adapun mengenai feel atau sentuhan film ini terhadap penontonnya dari segi rasa cinta, persahabatan, keluarga, dan lain-lain, terkesan hambar.

Terakhir, walaupun tim produksi sudah berulang kali mengatakan bahwa film AADC 2 ini bukan kelanjutan dari miniseri AADC 2014, tetapi tetap saja, tidak ada sinkronisasi antara film AADC pertama AADC 2014 dan AADC 2. Paling tidak, benang merah antara AADC 2 dengan miniseri AADC 2014 harus tetap ada agar penonton tidak keliru untuk memahami kisah Ada Apa dengan Cinta? yang sekarang menjadi sedikit menyebalkan.(Kevin Ridho Al Khudri)

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran