Di sini, di sudut kehilangan tempat biasa aku bersitatap dengan lembayung senja,
Kudongengkan perihal daun-daun cinta yang ternyata tak pernah gugur dan hinggap di dadaku.
Tentang ranting-ranting yang mulai menertawai.
Bahwa hanya pada cahaya arunika pagi itu, angin tak sanggup mengggoyangkan dahan
Yang selanjutnya menghinaku.
Aku, sebentar lagi mungkin menyatu dengan tanah, dimakan cacing-cacing,
Dilupakan daun-daun, dan dirayakan ranting dengan dongakkannya pada langit.
Syukurlah, lembayung masih jingga ketika aku bersabda.
Lalu ia bertanya tentang bagaimana kumemeluk dingin sementara belum ada daun yang tertiup sehelai pun?
Akan ku tenggelamkan rasa yang tak pernah dijangkau nalar
Pada sungai yang airnya terbuat dari perenungan bersama cahaya bulan, suatu malam.
Lembayung rupanya cemburu, ada sinar lain yang mencoba bercengkrama dengan hatiku.
Jingga dan kesakitannya menjadi kelabu.
8.33 A.M.
Bandung, 25 Januari 2017.
*) Adninszahra.