Sumber foto: Freepik
“Jarak membuat kita memahami rindu, ajal membuat kita memaknai waktu.”
Begitulah kira-kira sebuah larik yang mampu menggambarkan situasi sekarang. Penyanyi asal Bandung yang menamai dirinya Bin Idris ini baru saja mengeluarkan sebuah lyric video berjudul “Angin dari Timur”.
Sebuah lagu yang khas dengan nada-nada ketimuran ala-ala padang pasir atau seorang musafir yang sedang kehausan, lagu ini seperti oase di tengah gurun: menyegarkan tenggorokan di tengah wabah yang menjengkelkan ini.
Jarak dalam dewasa ini begitu penting untuk dibicarakan. Bahkan, Presiden Jokowi melalui akun media sosialnya mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan social distancing—atau lebih tepatnya physical distancing—yang menjadi buah bibir karena lagi-lagi pemerintah enggan melakukan lockdown yang kepalang telat menurut beberapa ahli di media sosial.[1]
Apapun istilahnya, penting bagi kita untuk menjaga jarak sekarang. Toh, inti dari sebuah lockdown itu sendiri adalah bagaimana pemerintah melakukan isolasi pada suatu tempat agar masyarakatnya tidak keluar rumah dan semua keperluan mendasar didanai oleh pemerintah.
Namun sayangnya, pemerintah kita sekarang ini enggan melakukan lockdown dengan berbagai alasan yang dilontarkan, mulai dari ekonomi hingga kepentingan politik lainnya.[2] Yaa, begitulah pemerintah kita, selalu memiliki alasan pribadi yang dirahasiakan dari rakyatnya sendiri.
Jarak menjadi sangat penting dalam memutus jalur penyebaran virus ini. Dalam beberapa video yang sempat viral, banyak yang menganjurkan agar kita tetap menjaga jarak sosial disertai berbagai alasan betapa berbahayanya melakukan kontak fisik di tengah wabah COVID-19.
Selain memang penyebarannya yang sangat cepat, dampak dari virus ini juga tak tanggung-tanggung. Terhitung sejak 25 Maret 2020, COVID-19 atau biasa disebut virus Corona telah menginfeksi 422.829 orang di 197 negara. Dari total tersebut, jumlah kematian mencapai 18.907 kasus, sedangkan 109.102 orang di antaranya dinyatakan sembuh. Di Indonesia sendiri, per tanggal 24 Maret 2020, total telah ada 686 kasus, dengan 30 pasien sembuh dan 55 orang meninggal.[3] Jumlah tersebut masih terus bertambah hingga kini.
Maka dari itu, selain terus berdoa dan sebisa mungkin menyumbang uang untuk para tenaga medis yang tengah berjuang di garis terdepan, menjaga jarak menjadi usaha penting yang wajib kita lakukan, sebab itu satu-satunya hal yang kini bisa kita andalkan.
Melonjaknya kematian akibat COVID-19 ini membuat kita berpikir dua kali untuk keluar rumah, walaupun begitu, ternyata masih banyak orang yang ngeyel berkeliaran dan menciptakan kerumunan.[4]
Khusus untuk Indonesia sendiri, kebijakan pemerintah terkait imbauan untuk bekerja di rumah mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat. Mirisnya, wabah virus ini juga seakan memperlihatkan ketimpanganan kelas sosial yang cukup kontras di tengah kehidupan rakyat Indonesia.
Hampir sebagian masyarakat kita tidak bisa bekerja di rumah, seperti ojek daring, buruh pabrik, atau beberapa karyawan swasta yang masih diperintahkan datang ke kantor oleh atasannya. Meskipun demikian, penerapan jaga jarak perlu dilakukan di manapun masyarakat itu berada agar angka penyebarannya bisa menurun.
Banyaknya korban jiwa akibat wabah COVID-19 ini memberikan banyak pelajaran berharga untuk manusia; tentang empati, kemanusiaan, hingga betapa dekat ajal dengan kita. Patut diketahui, orang meninggal pun masih bisa menularkan penyakit ini. Namun, walaupun dampaknya sangat mengerikan, kita berhak untuk berharap lebih baik lagi bagi dunia setelah pandemi mencekam ini sirna. Sebab untuk saat ini, yang dapat kita andalkan hanyalah kekuatan jarak dan doa. (Bin/Zai)
Sumber Berita:
[1] https://www.portal-islam.id/2020/03/dr-tifauzia-tyassuma-sudah-terlambat.html
[3] https://tirto.id/update-corona-25-maret-di-indonesia-data-covid-19-di-24-provinsi-eHyP