Pola Pengerdilan Demokrasi dan Penguatan Oligarki Dengan Dalih Pandemi

Redaksi Pena Budaya
1069 views
','

' ); } ?>

Omnibuslaw Urgent ?

Setelah Penyetujuan Undang-undang Cipta Kerja—yang menuai banyak Kontroversi—oleh Pemerintah dan DPR, tak ayal menimbulkan banyak kekecewaan dan amarah dari banyak pihak, kaum buruh, petani, mahasiswa, Akademisi, dan juga banyak pihak lainya.

Penyetujuan yang sangat terburu-buru yang seharusnya baru disetujui pada tanggal 8 oktober 2020, namun dimajukan ke 5 oktober yang kemudian Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi mengatakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau biasa disebut Omnibus Law akan dibahas dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin ini (5/10/2020) untuk diambil keputusan. Semula, sidang akan digelar Kamis mendatang (8/10).

Dia mengatakan dalam Rapat Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) pada Senin disepakati bahwa penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang I 2020-2021 akan dipercepat. “Tadi disepakati Bamus DPR karena laju Covid-19 di DPR terus bertambah maka penutupan masa sidang dipercepat. Maka mulai Selasa (6/10) tidak ada aktivitas lagi di DPR RI,” ujarnya.

Oleh sebab itu menimbulkan pertanyaan ketika adanya situasi kegentingan nasional tentang pandemi covid 19 namun pembahasan RUU omnibuslaw menjadi prioritas dibandingkan evaluasi atau kebijakan yang berkaitan tentang kesehatan masayarakat secara umum yang masih banyak Kekurangan.

Pilkada yang dipaksakan

Bawaslu mengungkapkan, terdapat 50 kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi Covid-19 berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 yang dimutakhirkan pada September 2020. “Dari sisi tingkat kerawanan aspek pandemi Covid-19, untuk rawan tinggi sembilan provinsi, untuk kabupaten/kota atau pilbup-pilwali ada 50 kabupaten/kota yang kategorinya rawan tinggi,” kata anggota Bawaslu Mochamad Afifuddin dalam konferensi pers, 22 September 2020. Afifuddin menuturkan, angka tersebut meningkat hampir dua kali lipat dibanding IKP yang dimutakhirkan pada Juni 2020.

Tak sampai disana saja ketua KPU RI pun terkonfirmasi positif Covid 19

“Tanggal 16 September saya melakukan rapid test dengan hasil non reaktif. Tanggal 17 September, malam hari, melakukan tes swab untuk digunakan sebagai syarat menghadiri rapat di Istana Bogor tanggal 18 September, dengan hasil positif,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/9/2020).

Namun tetap saja pilkada tetap dipaksakan dengan dalih bahwa penyelengaraan akan disesuaikan dengan protokol kesehatan , tanpa mekanisme pilkada yang lainya, yang kemudian disoroti oleh 2  Ormas terbesar indonesia yaitu muhamadiyah dan NU yang senada akan penundaan pilkada atas dasar kemanusian.

Tanpa opsi yang disediakan kebijakan dan peraturan oleh KPU seperti mail in voting, Early voting system atau E Voting yang sudah dilaksanakan di banyak negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman, mengakibatkan Mega Klaster penyebaran Covid Menjadi semakin nyata dan akan membebani fasilitas kesehatan yang ada.

Pesta Harus Dilanjutkan

Tak lepas inggitan kita mengenai Kegiatan Kapolsek Kembangan Kompol Fahrul Sudiana  yang nekat menggelar pesta nikah di tengah wabah virus Corona (COVID-19) Dan kemudian perlu ditelusuri bagaimana penindakan yang ada berlansung atas kegiatan yang terlanjur viral. Meski pemerintah telah mengimbau melakukan social distancing, nyatanya Fahrul tetap menggelar pesta pernikahannya.

“Itu alasan masing-masing, orang mau kawin. Karena kan dia sudah undang sebelumnya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dihubungi wartawan, Kamis (2/4/2020).

Di sisi lain, maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis soal larangan membuat keramaian massa baru diteken 19 Maret 2020. Sedangkan Farul telanjur menyebar undangan 2 bulan sebelumnya yang kemudian pelaksanaan pesta pernikahan Fahrul ini menjadi perbincangan di media sosial. Polisi dianggap memberikan perlakuan berbeda kepada masyarakat biasa dan anggota Polri sendiri soal larangan pesta nikah di tengah Corona.

Atas hal ini, Polda Metro Jaya mencopot jabatan Fahrul sebagai Kapolsek Kembangan dan memutasinya ke Polda Metro Jaya. Fahrul dimutasi untuk menjalani pemeriksaan Propam.

Berjoget Ria Dengan Covid – 19

Ironi pun muncul ketika Kegiatan konser dangdut yang menghadirkan ribuan massa yang digelar oleh Wakil Ketua DPRD Kota Tegal, Wasmad Edi Susilo, menimbulkan pertanyaan besar mengenai perizinan dan kemauan pihak berwajib dalam menertibkan dan menjalankan protokol kesehatan.

Dilansir dari Kompas, Kapolsek Tegal Selatan, Kompol Joeharno mengatakan bahwa yang bersangkutan telah mengajukan izin acara sejak 1 September lalu.Awalnya, tuan rumah mengajukan izin untuk menggelar acara hiburan sederhana dengan panggung kecil untuk sekadar menghibur tamu. Namun faktanya, pada hari H, tuan rumah menggelar konser megah dengan panggung yang besar.

Polsek Tegal Selatan langsung mencabut izin acara tersebut. Sayangnya, konser itu tetap digelar hingga malam hari dengan alasan sudah terlanjur menyiapkan acara. Polsek setempat beralasan bahwa pihak penyelenggara adalah seorang pejabat keterbatasan personel membuat pihaknya tidak dapat membubarkan jalannya acara.

Surat Telegram Polri Tentang Demontrasi Imbas RUU OMNIBUS

Beredarnya Telegram dengan Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 di media sosial yang dibenarkan oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono.

“Ya benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah pandemi Covid-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau salus populi suprema lex esto,” kata Argo, dikutip dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (5/10/2020).

Tak ayal menjadikannya Penanganan Pandemi kembali ke situasi yang seharusnya, Tertib Tanpa Kerumunan dsb, namun kemudian menjadikan Surat tersebut sebagai alasan untuk penghentian kebebasan berpendapat.

YLBHI dalam pers release nya berpendapat bahwa ada 5 unsur surat tersebut yang tidak sesuai dengan Undang-undang yang ada di Republik Indonesia, YLBHI menyoroti bagaimana Kepolisian dijadikan sebagai “Alat Pemerintahan” dan bukan “Alat Negara” seperti yang ada di UUD 1945.

Sudah selayaknya kontrol dari masyarakat, harus lebih ditingkatkan dengan kewaspadaan yang sangat tinggi, dikarenakan banyak sekali hal yang bisa dijadikan alasan oleh oknum-oknum untuk mengembosi kebijakan dan kesejahteraan masyarakat umum, karena harapanya dengan semakin sadar masyarakat membuat para oknum akan takut dan segan untuk bertindak lebih jauh.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran