“Kalau ditanya alasan aku ‘nge-BEM’ lagi di tahun ini, karena aku ngerasa banyak belajar di lingkungan baru yang cakupannya luas (tidak sebatas jurusan dan fakultas). Di lingkungan ini aku banyak mengalami dinamika kehidupan,” ujar Dila Nurfadila, mahasiswa Sastra Indonesia yang saat ini menginjak tahun keduanya berkontribusi di lembaga eksekutif mahasiswa, BEM Kema Unpad.
Meskipun pengalaman bisa dicari di tempat lain, Dila merasa bahwa BEM masih menjadi tempat terbaiknya untuk berorganisasi. “Kalau orang bilang ‘nggak cuma di BEM, di keorganisasian lain juga bisa dapetin itu,’ ya memang. Tapi ingat juga nggak semua orang bisa melakukan apa yang sedang kita lakukan, setiap orang sudah punya jalan hidup dan passion-nya masing-masing, jadi ya bebas aja gitu menentukan pilihan hidupnya,” ujar mahasiswa yang saat ini juga sedang memasuki tahun kedua kuliah.
Berbeda 180 derajat dengan Dila, Nur Griwis (nama disamarkan) memiliki pendapat yang sebaliknya. Ia berpikir bahwa selain karena lelah, kondisi daring juga membuat dirinya tidak bisa berekspektasi lebih akan kontribusinya di lembaga eksekutif mahasiswa. Selain itu, ketidakyakinan dirinya terhadap pemimpin lembaga yang saat ini sedang menjabat juga menjadi salah satu alasan dia untuk tidak berkontribusi di lembaga eksekutif mahasiswa setelah tahun lalu ia menjajal ketiga ruang eksekutif—Himpunan Sastra Jepang, BEM Gama FIB Unpad, dan BEM Kema Unpad.
“Saya pernah dipimpin oleh pemimpin yang tidak sesuai kapasitasnya, hanya modal ingin menjadi pemimpin lalu memberi beban kepada para kadep (kepala departemen)-nya. Saya capek merasakan beban batin itu lagi sehingga lebih baik saya fokuskan untuk tidak mengikuti dua-duanya (di tahun ini),” tutur mahasiswa Sastra Jepang tersebut ketika dimintai keterangan oleh Pena Budaya.
Di tahun ini memang banyak orang yang lebih memilih jalan yang sama dengan apa yang dipilih oleh Nur Griwis, terlebih kondisi kuliah daring sekarang yang digadang-gadang menjadi faktor utama seorang mahasiswa untuk tidak mendaftar organisasi khususnya lembaga eksekutif yang ada di kampus.
Hal tersebut juga diperkuat dengan data yang kami peroleh tentang penurunan jumlah pendaftar yang terjadi pada saat rekrutmen terbuka staf kepengurusan baru tahun 2021 yang diadakan oleh BEM Kema Universitas Padjadajaran dan 15 lembaga BEM Fakultas se-Unpad.
Jumlah Pendaftar Rekrutmen Staf BEM se-Unpad Dua Tahun Terakhir*
Nama Lembaga | 2020 | 2021 | Keterengan |
---|---|---|---|
BEM Kema Unpad | 1044 | 487 | Turun 53% |
BEM FH Unpad | 160 | 141 | Turun 12% |
BEM Kema FEB Unpad | 139 | 123 | Turun 12% |
BEM-Hima Kema FK Unpad | Data diterima setelah tulisan ini dimuat | Data diterima setelah tulisan ini dimuat | – |
BEM Kema FMIPA Unpad | 173 | 166 | Turun 4% |
BEM Kema FKG Unpad | 74 | 75 | Naik 1% |
BEM Fisip Unpad | 354 | 255 | Turun 28% |
BEM Gama FIB Unpad | 175 | 154 | Turun 12% |
BEM Kema Fapsi Unpad | 118 | 129 | Naik 9% |
BEM Kema Fapet Unpad | 185 | 136 | Turun 26% |
BEM Bima Fikom Unpad | 171 | 149 | Turun 13% |
BEM Kema FKEP Unpad | 142 | 94 | Turun 34% |
BEM Kema FPIK Unpad | 156 | 104 | Turun 33% |
BEM Kema FTIP Unpad | 115 | 83 | Turun 28% |
BEM Kema Farmasi Unpad | 194 | 166 | Turun 14% |
BEM KM ‘HMG’ FTG Unpad | 156 | 113** | Turun 28% |
Dari keseluruhan data yang kami dapatkan, hanya ada dua BEM fakultas yang mengalami kenaikan tingkat partisipasi, kenaikan persentasenya pun tidak sampai menyentuh angka 10%. Sedangkan sisanya mendapatkan persentase penurunan yang cukup besar dengan rata-rata penurunan sekitar 20% dari tahun sebelumnya.
Menariknya, BEM Kema Unpad sebagai lembaga eksekutif mahasiswa tingkat universitas yang biasanya para pendaftar harus saling sikut untuk menjadi bagian dari lembaga eksekutif tersebut, justru mengalami penurunan yang paling signifikan, yakni 53%. Penurunan tingkat partisipasi yang terjadi pada BEM Fakultas tidak ada yang sama sekali menginjak di angka 35% ke atas, sedangkan BEM Kema Unpad justru menjadi satu-satunya lembaga eksekutif di Unpad yang menginjak penurunan lebih dari separuh angka dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut menepis anggapan bahwa pandemi dan kuliah daring adalah satu-satunya alasan yang membuat antusiasme mahasiswa mendaftar lembaga eksekutif menurun. Sebab, jika toh penurunan ‘berjamaah’ ini dikarenakan murni efek pandemi dan kuliah daring, mengapa jumlah persentase yang didapatkan BEM Kema Unpad dengan BEM Fakultas lain begitu jomplang? Selain itu, dari data yang kami dapatkan pula, ada dua BEM yang malah mengalami kenaikan tingkat partisipasi, yakni BEM FKG Unpad dan BEM Fapsi Unpad. Meskipun angka kenaikannya tidak terlalu signifikan, setidaknya jumlah tersebut dapat dijadikan bukti bahwa pandemi tidak serta-merta dapat dijadikan sebagai dalih menurunnya tingkat partisipasi pada rekrutmen keanggotaan organisasi di tahun ini.
Lantas, apakah ada indikasi lain yang membuat mahasiswa ogah mendaftarkan diri menjadi staf lembaga eksekutif?
Kuliah daring dan pandemi bukan satu-satunya tumbal
Pandemi mungkin dapat dijadikan sebagai faktor utama dari turunnya tingkat partisipasi mahasiswa pada rekrutmen keanggotaan BEM se-Unpad di tahun ini. Tapi, dapatkah para pimpinan BEM hanya menumbalkan pandemi sebagai dalih turunnya penggaetan kader mereka? Kami mencoba menghubungi beberapa orang yang didapuk sebagai ‘pemimpin’ lembaga eksekutif mahasiswa tingkat fakultas dan universitas yang datanya kami peroleh untuk meminta tanggapan mereka.
Ketika meminta tanggapan perihal penurunan yang terjadi pada BEM Kema Unpad, kami tidak mendapatkan tanggapan langsung dari Ketua BEM Kema Unpad 2021, Rizky Maulana. Kendati demikian, Fadilah Ghifari, Wakil Ketua BEM Kema Unpad 2021 berkenan untuk menanggapi fenomena ini.
Menurutnya, pimpinan BEM Kema Unpad 2021 sudah memprediksi perihal terjadinya penurunan tingkat partisipasi pada rekrutmen ini. Kondisi pandemi menjadi faktor utama mengapa terjadi penurunan, seperti penyebaran informasi yang terbatas, mahasiswa yang merasa ‘feel’ berorganisasinya kurang terasa, hingga mahasiswa yang memiliki keterbatasan waktu luang untuk berorganisasi apabila kondisinya daring.
Meskipun begitu, Ghifari juga mengakui ada faktor-faktor lain yang memengaruhi penurunan staf yang terjadi di BEM Kema. Seperti salah satunya adalah keterlambatan BEM Kema dalam menyelenggarakan rekrutmen. Tak berhenti di situ, dirinya juga mengamini bahwa tingkat kepercayaan mahasiswa pada BEM Kema juga memengaruhi terjadinya penurunan tingkat partisipasi pada rekrutmen kali ini. “Isu yang berkembang di awal tahun membuat pandangan bisa berubah. Di lain sisi kita menyadari ada hal-hal yang bisa kita kondisikan, dan ada hal-hal yang tak bisa kita kondisikan,” katanya saat dihubungi oleh Pena Budaya (20/2).
Selain itu, ada dinamika keorganisasian lain yang juga dapat memengaruhi terjadinya penurunan tingkat partisipasi rekrutmen keanggotaan BEM pada tahun ini. Misalnya yang terjadi pada BEM Kema Farmasi Unpad. Fikri Satria, Wakil Ketua BEM Kemafar Unpad menyampaikan bahwa telah terjadi penurunan jumlah mahasiswa baru yang cukup signifikan di Fakultas Farmasi. Sehingga, hal tersebut juga berpengaruh pada tingkat partisipasi pada rekrutmen keanggotaan BEM Kemafar Unpad. Selain itu, Himpunan Mahasiswa Geografi (HMG) Unpad juga baru melakukan rekrutmen pada mahasiswa angkatan 2020 pada bulan Maret, sehingga angka yang ada sampai saat ini belum bisa dinyatakan optimal.
Fluktuasi tingkat partisipasi pada rekrutmen lembaga eksekutif mahasiswa memang dapat kita kategorikan sebagai bagian dari sebuah dinamika organisasi. Hal tersebut pun diamini oleh Riezal Ilham Pratama, Ketua BEM Kema Unpad 2020. Dirinya berpendapat bahwa organisasi itu tidak boleh stagnan, tapi akan selalu berkembang, dinamis, dan akan selalu menemukan ruhnya.
“Dengan adanya pandemi, kita semakin borderless. Semua orang mudah mencapai akses terhadap apa pun. Makanya, ketika mereka ingin berorganisasi, pilihan organisasi tidak lagi terbatas. Narasi berkontribusi tidak lagi dimonopoli oleh BEM. Tapi sekarang menjadi luas dan inklusif.” Ucap Ketua BEM Kema Unpad kabinet Eksplorasi Makna ketika dihubungi Pena Budaya (21/2).
Lalu, apa yang menjadi penyebab lainnya? Riezal beranggapan bahwa faktor menurunnya tingkat partisipasi ini tidak hanya terjadi dikarenakan hanya pandemi, sebab hal tersebut bersifat multidimensi. “Apakah BEM-nya gagal untuk ‘providing’ apa yang Kema Unpad mau? Bisa jadi. Karena apa yang ada di BEM stagnan dan kemauan Kema selalu berkembang. Pertanyaannya adalah BEM mampu mengimbangi atau nggak? Turun 53% itu, ya, besar banget sebetulnya untuk BEM karena melihat antusiasme publik jadi pertanyaan juga. Tapi yang pasti, ini jadi tantangan BEM untuk menyesuaikan dengan kecepataan zaman.” Ia juga menyampaikan bahwa ketika banyak orang yang tidak memilih BEM sebagai pilihan, ada tempat lain yang bisa menjadi tempat yang lebih menarik bagi mereka. Dan jika tidak mau ketinggalan, mau tidak mau, BEM harus terjun dan berjibaku ke dalam persaingan pasar agar mendapatkan antusiasme para mahasiswa untuk mendaftar lagi.
Apa Kabar Gama FIB?
Ketua BEM Gama FIB 2020, Dzaky Luthfi berpendapat bahwa fenomena ini dapat terjadi karena dua faktor, yakni internal dan eksternal. Pertanyaan mendasar untuk paslon yang baru terpilih hingga cara organisasi tersebut ‘tampil’ saat awal tahun berpengaruh pada jumlah pendaftar. Selain itu, semakin majunya wadah-wadah pengembangan diri di luar BEM juga turut menyaingi eksistensi dari BEM itu sendiri. Dirinya juga menanggapi bahwa pandemi tidak bisa dijadikan pembenaran atas menurunnya tingkat partisipasi pada rekrutmen keanggotaan lembaga eksekutif mahasiswa.
BEM Gama FIB sendiri mengalami penurunan di angka 12%. Menanggapi hal ini, pimpinan BEM mengatakan bahwa setidaknya, jumlah pendaftar sudah memenuhi target. “Pada dasarnya, untuk BEM Gama FIB sendiri target pendaftaran anggotanya ada di angka 125 dan ternyata masih terlampaui,” ujar Rizki Ramadhan dan Allif Pradana, Ketua dan Wakil Ketua BEM Gama FIB 2021.
Terkait kualitas SDM, BEM Gama FIB sendiri sudah berusaha menyesuaikan dengan keadaan. Kabinet tahun ini, Kirana Aksara sudah memiliki banyak cara untuk menyiasati hadirnya fenomena ini, seperti open recruitment kepala departemen, memberikan dorongan dengan branding di konten, hingga penguatan internal melalui Biro PIO (Pengembangan Internal Organisasi) agar SDM yang dihasilkan tetap berkualitas.
Menurunnya tingkat partisipasi pada rekrutmen keanggotaan lembaga eksekutif mahasiswa tentu akan memengaruhi kualitas SDM yang didapatkan dari hasil penyeleksian. Hal tersebut bisa saja diminimalisasi dengan program pengembangan dan penguatan kualitas SDM agar kapasitas yang dihasilkan tetap memenuhi standar. Pertanyaannya, apakah para pimpinan lembaga eksekutif mahasiswa berhasil melakukan pengembangan kualitas SDM tersebut? Jawabannya dapat kita lihat dari bagaimana mereka menjalankan amanah ini selama satu periode depan. (Raihan Hasya/Fajar Hikmatiar)