Penerbit memiliki peran yang sangat penting bagi karya-karya yang telah dihasilkan oleh penulis, pun bagi dunia literasi secara keseluruhan. Secara garis besar, ada dua jenis penerbitan yang kini banyak berperan dalam menghasilkan karya literasi di Indonesia. Yang pertama ada penerbit indie atau independen, dan yang kedua ada penerbit mayor atau penerbit berskala besar seperti Gramedia Pustaka Utama, Mizan, Bentang Pustaka, Grasindo, Elex Media Komputindo, dan nama-nama besar lainnya yang tentunya sudah tak asing di telinga.
Sudah bukan rahasia lagi kalau menembus penerbit mayor merupakan sesuatu yang tidak mudah. Bahkan, penulis-penulis kenamaan seperti Stephen King, Agatha Christie, hingga J.K. Rowling yang kini mendunia dengan serial Harry Potter-nya pernah, dan sampai berkali-kali merasakan pahitnya ditolak oleh jenis penerbitan tersebut. Penerbit mayor memang dikenal begitu ketat dalam menyeleksi setiap naskahnya, sebab semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dan kriteria yang mereka miliki.
Tak jarang, orang-orang banyak yang kemudian beralih mengirimkan naskahnya ke penerbit indie, sebagai permulaan untuk bisa berkembang lebih jauh. Meskipun begitu, bukan berarti penerbit indie tidak memiliki kriteria mereka tersendiri. Tentu saja mereka juga mempunyai ciri khasnya masing-masing, dan hal ini yang membuat setiap penulis tetap harus memilih dengan hati-hati jika ingin mengirimkan naskahnya ke sebuah penerbit indie. Faktor tersebut kemudian menginspirasi Laily, seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Angkatan 2019, untuk membuat sebuah penerbitan indie bernama Laditri Karya. Pena Budaya mendapat kesempatan untuk mewawancarai pelopor sekaligus pendiri Laditri Karya tersebut.
Bagaimanakah awal mula Laditri Karya terbentuk? Dan sejak kapan penerbitan ini mulai berdiri?
Laditri Karya berdiri sejak 4 Juli 2018. Awal mula terbentuknya Laditri Karya karena saya mengalami kesulitan untuk memilih penerbit indie yang cocok dengan kebutuhan dan kemampuan saya sebagai penulis pemula. Akhirnya, muncul ide buat mendirikan penerbitan indie yang dapat menampung tulisan-tulisan para penulis pemula.
Apakah alasan dan motivasi dari dibentuknya Laditri Karya?
Saya ingin mendirikan sebuah penerbit buku yang dapat menampung karya penulis pemula yang baru belajar menulis. Harapan agar kedepannya para penulis pemula dapat lebih berani untuk terus menulis dan mengembangkan kualitas tulisan mereka. Sesuai dengan motto yang sejak awal digaungkan oleh Laditri Karya, yaitu “Semangat Berkarya, Hebat Bersama.”
Saat ini apakah penerbit Laditri Karya sudah memiliki kantor cabang? Jika sudah, ada berapa kantor cabang dan lokasinya dimana saja?
Untuk saat ini, Laditri Karya belum memiliki kantor cabang.
Bagaimana rangkaian sistem atau proses penerbitan di Laditri Karya? Apakah selama proses tersebut penulis selalu dilibatkan sepenuhnya?
Setiap penulis dapat memilih paket terbit yang disediakan oleh Laditri Karya dan membayar DP sebagai bukti komitmen untuk menerbitkan buku. Setelah itu, naskah akan masuk ke proses antrian dan penjadwalan terbit. Naskah kemudian diedit oleh tim Laditri Karya, lalu diserahkan kembali pada penulis untuk mereka evaluasi. Dari evaluasi tersebut tim akan mengedit lagi naskah tersebut. Setelah itu, naskah dilayout dan kesalahan-kesalahan penulisan pada naskah akan diperiksa kembali.
Secara bersamaan, cover buku juga didesain oleh tim desain sesuai dengan permintaan dari penulis. Cover kemudian dipilih melalui sistem voting oleh penulis atau pengikut di Instagram. Setelah naskah dan cover selesai, naskah tersebut diajukan untuk mendapatkan ISBN hingga kemudian dijadwalkan untuk dipesan dan dicetak. Dalam rangkaian proses penerbitan, penulis dilibatkan dalam mengevaluasi hasil editing. Mereka dapat memberi saran untuk pembuatan desain cover dan dapat memberikan suara dalam pemilihan cover.
Sampai saat ini, jenis naskah apakah yang paling sering diterbitkan Laditri Karya? Apakah ada faktor tertentu yang mendukung hal tersebut?
Naskah yang paling sering diterbitkan oleh Laditri Karya adalah novel, karena novel punya banyak platform seperti wattpad, dan mereka juga sangat digemari. Para penulis yang menulis karya-karyanya di wattpad atau platform lainnya biasanya juga akan mengirimkan karya mereka untuk diterbitkan oleh Laditri Karya.
Berdasarkan informasi yang tertera di website, Laditri Karya memberlakukan royalti sebesar 15% dari harga normanl. Bagaimana sistem royalti tersebut berjalan?
Setiap pembelian buku, baik sedang diskon ataupun tidak, penulis akan mendapatkan royalti sebesar 15% dari harga normal. Misalnya, harga buku Rp60.000, maka penulis akan mendapatkan komisi senilai Rp9.000 per bukunya. Royalti tersebut bisa diambil saat sudah mencapai nominal Rp100.000 dan akan ditransfer setiap akhir bulan.
Kalau diperhatikan Laditri Karya punya komunitas per daerah (Kopdar), kira-kira bagaimana awalnya ide tersebut muncul? Bagaimana cara mempromosikan sehingga membuat banyak orang tertarik untuk bergabung di Kopdar? Hingga kini apakah Kopdar Laditri terdapat di berbagai daerah di Indonesia?
Kopdar adalah program baru yang ada di Laditri Karya. Ide tersebut muncul karena ada motivasi untuk mengelompokkan para peminat literasi sesuai daerahnya, sehingga bisa menjalin silaturahmi dan relasi. Selain itu, Kopdar juga ingin mengajak anggotanya untuk menciptakan tulisan yang juga bernilai budaya. Harapannya, tulisan-tulisan yang selama ini cukup sering membahas romansa, beralih ke kebudayaan daerah masing-masing.
Kendala terbesar apa yang pernah dialami Laditri Karya baik dari segi penulis, pembaca, maupun dari pihak Laditri Karya sendiri? Bagaimana mengatasi kendala tersebut?
Sejauh ini belum ada kendala besar yang cukup menghambat. Perihal teknis dan kualitas kami anggap sebagai saran dan masukan untuk terus menjadi lebih baik. Kendala terbesar mungkin lebih kepada manajemen diri saya sebagai pendiri. Di usia saya yang saat Laditri Karya berdiri masih remaja, tentu cukup berpengaruh seperti menentukan bagaimana caranya untuk mengambil keputusan secara bijaksana agar bisa berdampak baik bagi semua pihak yang terlibat dalam penerbit ini. Namun, bagi saya itu adalah bagian dari proses. Setiap hari ada kasus-kasus baru yang perlu diselesaikan dan saya menganggap hal tersebut sebagai tantangan untuk diri saya. Laditri Karya juga menjadi tempat bagi saya untuk mengembangkan berbagai soft skill yang sangat berguna untuk kehidupan saya.
Dimasa pandemi seperti ini apakah ada dampak tertentu yang dialami oleh Laditri Karya?
Laditri Karya tidak terlalu mengalami dampak yang cukup berarti. Selama pandemi, naskah-naskah baru tetap masuk, mungkin karena lebih banyak di rumah, beberapa orang lebih produktif untuk menulis naskah. Saya dan tim pun lebih berfokus untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki sistem-sistem yang sekiranya kurang tepat. Hikmah pandemi bagi kami, terutama saya sebagai pendiri, menjadi lebih punya banyak waktu untuk memikirkan perkembangan Laditri Karya.
Sebagai salah satu mahasiswa FIB yang berwirausaha, menurut kak Laily bagaimana lingkungan berwirausaha di fakultas ini? Apakah mendukung para mahasiswa yang sudah atau yang akan berwirausaha? Kalau sudah, apakah ada contohnya?
Menurut saya sudah cukup mendukung. Contohnya seperti sekolah kewirausahaan yang digagas oleh BEM Gama FIB. Program tersebut adalah program yang cukup menarik untuk meningkatkan gairah kewirausahaan. Namun, info tentang program tersebut perlu lebih disebarluaskan sehingga dapat meningkatkan minat mahasiswa FIB untuk berpartisipasi.
Apa harapannya kepada FIB untuk dapat mendukung gairah berwirausaha para mahasiswanya, termasuk kak Laily sendiri?
Saya berharap sekolah kewirausahaan bisa lebih dikembangkan dan dapat menggerakkan para mahasiswa untuk berwirausaha dalam wujud yang nyata, karena seminar saja terkadang hanya memberi motivasi dan inspirasi. Dalam berwirausaha, perlu keberanian untuk praktek dan mencoba langsung. Diharapkan program tersebut turut menjadi jalan untuk mengajak mahasiswa FIB agar berani terjun ke dunia wirausaha.
Apa harapannya untuk Laditri Karya kedepannya? Dan apa harapannya untuk dunia literasi secara keseluruhan?
Harapan untuk Laditri Karya adalah sesuai motto, yaitu terus menjadi hebat bersama-sama dengan tim maupun penulis, dan terus bersemangat dalam menciptakan karya-karya yang berkualitas. Harapan yang sama untuk dunia literasi secara keseluruhan. Semoga dunia literasi lebih terfasilitasi untuk terus dikembangkan. Misalnya, dengan mengadakan program-program kekinian yang menarik perhatian masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi.
Editor: Tatiana Ramadhina