Pucuk Dicinta Kuliah Luar Jaringan pun Tiba

Elsa Salma Benanny
495 views
','

' ); } ?>

Setelah berlarut-larut sistem pembelajaran tatap layar dilaksanakan, perkuliahan tatap muka yang ditunggu-tunggu pun datang. Universitas Padjadjaran telah merencanakan perkuliahan bauran (hybrid) sejak tahun 2021 lalu. Namun, rencana tersebut baru dapat dilaksanakan pada tahun ini. Fakultas Ilmu Budaya (FIB) sedikit demi sedikit mulai menerapkan perkuliahan secara hybrid.

Senin (29/8) lalu, menjadi hari pertama dimulainya perkuliahan di luar jaringan. Mahasiswa yang mendapat jadwal luring pada hari pertama berbondong-bondong menuju kampus untuk menghadiri mata kuliah berdasarkan jadwalnya, tidak terkecuali di FIB.

Lalu-lalang dan gerombolan mahasiswa dapat dilihat secara gamblang di sana, khususnya di Gedung C–salah satu  gedung tempat perkuliahan berlangsung.

Gerbang  dekat Gedung C yang biasanya ditutup, kini kembali dibuka. Parkiran di depan gedung tersebut ramai dipadati sepeda motor yang didominasi milik mahasiswa. Tentunya, tidak lupa odong-odong–angkutan mahasiswa–yang terlihat penuh dengan penumpang. 

Ada beragam rasa yang dilontarkan sebagai kesan pertama perkuliahan secara tatap muka: mereka yang excited setelah sekian lama menantikan kesempatan ini hingga perasaan yang biasa saja karena sudah terlalu sering berkegiatan di kampus. 

Menyambut hari pertama ini, mungkin tidak sedikit mahasiswa yang kebingungan menyiapkan pakaian  yang harus mereka gunakan–termasuk saya. Beberapa mahasiswa yang cukup sering berkunjung ke kampus  mengeluh semua pakaiannya pernah digunakan. 

Padatnya mahasiswa di hari pertama perkuliahan tentu memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan hari-hari sebelum masa kuliah kembali berlangsung.  Hal tersebut juga berlaku dalam konteks berpakaian, entah untuk mengikuti tata krama pakaian yang sopan saat akan menghadiri kelas perkuliahan atau saat akan sekadar menemui dosen untuk bimbingan.

Namun, orang-orang yang biasanya terlihat santai datang ke kampus dengan menggunakan sandal, kaos oblong, dan celana pendek, kini mengubah penampilan mereka dengan cukup signifikan, yaitu dengan menggunakan sepatu, kemeja, dan celana panjang. Kesan rapi terpampang pada apa yang mereka kenakan. 

Tentunya, perkuliahan secara tatap muka  sedikit banyak mengubah kebiasaan mahasiswa. Setelah dua tahun terbiasa dengan pembelajaran dalam jaringan, kini mahasiswa, khususnya angkatan 2020 dan 2021 yang sejak awal berkuliah penuh secara daring, harus dapat beradaptasi dengan sistem perkuliahan luar jaringan. 

Mahasiswa perlu mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus, mulai dari bangun lebih awal, mempersiapkan pakaian dan barang bawaan, dan mandi (bagi yang menjalankan). Mungkin di sini tagar minimal mandi (#MinimalMandi) dapat menjadi bulan-bulanan atau lelucon tongkrongan. 

Apabila melihat sisi pembelajaran, saya merasa tidak jauh berbeda dengan pemaparan kelas seperti biasanya. Dalam atau luar jaringan tidak memiliki perbedaan yang terlalu signifikan. Kelebihan pembelajaran di luar jaringan yang saya rasakan adalah komunikasi antara dosen dan mahasiswa terasa lebih impulsif karena tidak terhalang pelantang yang dimatikan.

Mahasiswa juga sedikitnya diberi kewajiban untuk mempertahankan kesadaran mereka agar tidak tertidur di dalam kelas. Sebab, saat kelas berlangsung, mereka tidak dapat lagi mematikan kamera dan tertidur dengan nyaman. Tentunya, mahasiswa merasa  takut akan ditegur dan diawasi oleh dosen pengajar. Sekalipun menahan kantuk itu perih, Jendral. 

Selain kelebihan tersebut, tentunya juga terdapat kendala dan kekurangan selama proses belajar-mengajar. Kendala-kendala ini dirasakan oleh mahasiswa yang belum mengenal lingkungan kampus. 

Jangankan mencari kelas, mencari gedungnya saja sudah kesulitan. Jika diibaratkan, mahasiswa dalam kondisi tersebut seperti anak ayam yang sedang mencari ibunya. Hal ini terjadi pada salah satu teman saya yang terlambat, sehingga kerepotan mencari ruang kelas tempat mata kuliah yang diambilnya berlangsung. Beruntung, dosen pengajar belum datang dan ia diarahkan oleh teman sekelasnya. 

Kekurangan yang saya rasakan dari fasilitas kampus adalah ruangan kelas yang panas, entah  karena sebelumnya diisi banyak orang kemudian kembali diisi dengan orang dalam jumlah yang hampir sama atau karena kondisi ruangan yang sudah lama tidak terpakai.

Namun, pada saat pembelajaran berlangsung, ruangan panas dan pengap bagi saya cukup mengganggu konsentrasi belajar. Ditambah Air Conditioner (AC) yang mejeng sekadar untuk formalitas karena tidak juga digunakan.

Ketika kelas berakhir, rata-rata mahasiswa mengabadikan momen pertama berkuliah. Walaupun beberapa acuh tak acuh, tetapi biasanya mereka terpaksa harus ikut karena desakan foto bersama dari teman-teman kelasnya. 

Perkuliahan luar jaringan mempertemukan saya dengan teman sekelas yang luput dari penglihatan ketika kelas masih berlangsung secara tatap layar. Walaupun keadaan kelas yang tidak terlalu nyaman, suguhan suasana yang berbeda dengan berbagai ekspektasi “oh, seperti ini perkuliahan secara luring”, serta lelucon-lelucon yang dilontarkan dosen untuk mencairkan suasana meninggalkan impresi tersendiri bagi sebagian mahasiswa. 

Bagi saya, kesan pertama yang menyenangkan berhasil menjawab pertanyaan mengenai rasa penasaran saya terkait perkuliahan tatap muka secara langsung, meski belum dapat  dikatakan sempurna. 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran