Alien Itu Memilihku: Kisah Nyata Penyintas Kanker Tulang Langka

Marha Adani Putri
964 views
','

' ); } ?>

Alien Itu Memilihku merupakan novel terbitan tahun 2014 karya Feby Indirani, seorang jurnalis sekaligus penulis yang sudah menekuni dunia kepenulisan sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Novel ini bercerita tentang perjuangan Indah Melati Setiawan sebagai salah satu penyintas Ewing Sarcoma yang merupakan wanita keturunan Tionghoa. Pernyataan Berdasarkan Feby Indirani dalam catatan penulis di bagian akhir novel, rangkaian kejadian pada novel ini merupakan kisah nyata, yang ia tulis berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara langsung kepada Indah. Indah tahu untuk menceritakan kisah hidupnya kepada orang-orang setelah melihat buku berjudul Ward 43: How My Father Challenged Cancer and Encountered Humanitykarya Sandra Choo yang menceritakan perjalanan ayah dari Sandra Choo melawan kanker stadium lanjut, yang Indah harap akan memotivasi banyak orang, yang sedang menderita atau penyintas kanker . Selain itu, Feby juga menemui kerabat, teman-teman, serta para dokter dan suster yang pernah menangani agar Indah dapat menyajikan cerita dari perspektif yang lebih lengkap kepada pembaca.

Berawal dari Maret 2009, Indah yang pada saat itu berusia 30-an dan sedang sangat aktif melakukan banyak kegiatan, merasakan sakit yang luar biasa pada paha kirinya seusai berolahraga. Dugaan awal setelah pemeriksaan pertama, yaitu ia mengalami muscle tear atau otot robek. Kemudian hasil diagnosa setelahnya menyatakan bahwa ia mengalami masalah pada saraf dan akhirnya menjalani operasi, yang ternyata sama sekali tidak menyentuh akar masalah dari sakit yang ia derita. Ia lalu mengalami pembengkakan pada paha kirinya. Karena kakinya yang bengkak, ia melakukan pemeriksaan kembali di Singapura—negara kecil yang salah satu pendapatan terbesarnya berasal dari wisata medis (medical tourism)—dan divonis terkena osteosarcoma sehingga harus diamputasi. Namun, karena tidak yakin akan pilihan amputasi, Linda, adiknya mencari dokter lain lewat internet untuk memperoleh pendapat kedua dan akhirnya menemukan website tentang Dokter Suresh Nathan. 

Dokter Suresh Nathan merupakan seorang ortopedis India yang juga spesialis penyakit kanker, yang bekerja di National University Hospital (NUH). Ia berfokus pada limb salvage atau prosedur mempertahankan anggota tubuh dan menghindari amputasi. Indah kemudian memutuskan untuk menjalani perawatan di NUH dan melakukan serangkaian tes. Berdasarkan hasil tes tersebut ia dikonfirmasi terkena Ewing Sarcoma. Ewing Sarcoma merupakan kanker yang menyerang bagian tengah tulang panjang kaki dan tangan. Ewing Sarcoma juga dapat menyerang tulang panggul dan tulang lainnya. Dalam kasus Indah, penyakit ini dianggap sangat langka karena biasanya Ewing Sarcoma hanya menyerang anak-anak dan remaja, tetapi Indah yang pada saat itu sudah berkepala tiga dapat terjangkit penyakit ini. Karena kondisinya tersebut, Indah menjalani serangkaian pengobatan, mulai dari radiasi, memasuki siklus kemoterapi, hingga akhirnya kembali belajar berjalan dan melakukan aktivitas seperti sedia kala walaupun tidak leluasa seperti sebelum kakinya dioperasi.

Melalui novel ini, pembaca tidak hanya dibawa untuk turut mengikuti perjalanan Indah dalam melawan kanker, tetapi juga diedukasi mengenai penemu Ewing Sarcoma, cara mencegah kanker, jenis-jenis kanker dan penyebabnya (menggunakan istilah-istilah medis), penelitian mengenai kanker tulang ribuan tahun yang lalu, cara sel-sel kanker bekerja di dalam tubuh penderitanya, prosedur penyelamatan pasien kanker, jenis obat-obatan ketika menjalani kemoterapi, hingga kisah inspiratif dari seorang dokter sekaligus olahragawan, yaitu Dr. William Tan yang mengidap polio sejak usia 2 tahun. Edukasi mengenai kesehatan, terutama kanker, dalam novel ini tentunya dapat meningkatkan kewaspadaan pembaca serta membangun kesadaran untuk hidup lebih sehat.

Jika dilihat dari sinopsisnya, mungkin sebagian orang akan mengira bahwa novel yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini hanya berisi kisah kehidupan penyintas kanker tulang dan edukasi-edukasi di bidang kesehatan saja, seperti yang telah disebutkan di atas. Namun setelah pembaca menyelami novel ini lebih dalam, anggapan tersebut akan terpatahkan. Melalui novel ini, pembaca juga mendapat pengetahuan sejarah melalui selipan kisah yang berkaitan dengan kejadian-kejadian penting yang pernah terjadi di Indonesia dan dunia serta riwayat keberadaan etnis Tionghoa perantauan—yang tak lain merupakan latar belakang tokoh utama—yang ada di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto serta tuntutan bagi mereka untuk meninggalkan kebudayaannya. Dalam novel tersebut dapat ditemukan selipan kisah mengenai tindakan pelecehan yang pernah terjadi pada etnis Tionghoa pada masa pemerintahan Soeharto. Penyebab dari tindakan tersebut adalah penyamarataan stigma, stereotipe, dan prasangka oleh masyarakat Indonesia terhadap etnis, agama, dan latar belakang kebudayaan yang berbeda yang masih menjadi “penyakit” bagi sebagian orang. Namun setelah berakhirnya rezim Orde Baru, bahasa dan kebudayan warga Tionghoa semakin dihargai. 

Selain menyelipkan gambaran mengenai keadaan etnis Tionghoa pada saat itu, selipan kisah cinta Indah juga turut mewarnai kisah nyata dalam novel ini. Bermula dari pertemuannya dengan Derrick, cinta pertamanya, hingga kandasnya hubungan mereka karena Derrick berpaling kepada wanita lain. Indah tidak putus asa dengan kisah cintanya yang berakhir tragis. Ia kemudian kembali mencoba membangun hubungan yang serius dengan laki-laki lain untuk melupakan cinta pertamanya itu. Selain itu, selipan pengalaman horor Indah juga tidak kalah menarik. Di dalam novel diceritakan bahwa ia pernah melihat dua suster berbaju putih yang tiba-tiba terbang di kamar rawatnya beberapa jam setelah operasi, yang tentunya juga dapat membuat pembaca merinding jika membayangkannya.

Selanjutnya, pengetahuan mengenai istilah-istilah dalam bahasa dan budaya tertentu yang dapat menambah wawasan pembaca juga diselipkan dalam novel ini. Seperti istilah Singlish yang berarti sebuah bahasa kreol berbasis bahasa Inggris yang digunakan di Singapura, istilah Pattidana atau pelimpahan jasa dalam agama Buddha yang merupakan wujud bakti terhadap keluarga yang telah meninggal dunia dengan cara menyalurkan jasa kebajikan, kepercayaan orang beragama Buddha mendengarkan “Sutra” Fo Shuo Liao Zhi Bing Jing untuk membantu menyembuhkan penyakit berat, istilah kirtan yang berarti lagu-lagu rohani dalam tradisi Veda yang dilakukan bersama-sama, istilah Kiasu di Singapura yang berarti sifat takut kalah dan dan rasa bersaing yang ekstrem (untuk sukses secara materi), dan masih banyak lagi istilah-istilah yang secara tidak langsung membuat pembaca mengenal kebiasaan serta sebutan-sebutan untuk suatu kegiatan di dalam bahasa dan budaya tertentu.

Selain untuk menceritakan perjuangan Indah melawan kanker disertai dengan selipan pembahasan topik-topik lainnya dalam cerita, tujuan ditulisnya novel adalah untuk memotivasi para pembacanya. Motivasi-motivasi tersebut tentunya tidak hanya didapat dari kisah Indah agar pembaca memulai hidup sehat dan semangat sembuh bagi yang sakit, tetapi juga perjuangan para dokter dan suster yang mengorbankan keluarga bahkan waktu untuk diri mereka sendiri demi bidang yang mereka tekuni. Indah berharap buku ini bisa menjadi teman bagi para pembacanya saat sedang mengalami masa-masa terberat dalam hidup, apapun situasinya. Dari novel ini, kita juga dapat belajar untuk selalu mensyukuri dan menghargai apa yang kita miliki. Keluarga dan sahabat adalah orang-orang yang paling berharga untuk kita ketika semua yang kita miliki telah direnggut oleh takdir.

“Buku ini dipersembahkan untukmu, sebagai tanda cinta. Karena kita tak bisa menjumpai Pelangi, sebelum siap menyebrangi hujan. Hidup ini begitu bermakna, namun kadang kita tak menyadarinya, sebelum tahu betapa dekatnya kita dengan kematian.” – Indah Melati Setiawan.

BACA JUGA Tulisan lain dalam rubrik Resensi dan tulisan Marha Adani Putri lainnya.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran