Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) memiliki peran penting sebagai jembatan penghubung antara mahasiswa dengan fakultas. Selain itu, BEM berfungsi sebagai lembaga tinggi mahasiswa yang mengoordinasikan berbagai kegiatan dan kepentingan mahasiswa di kampus.
Pada 2024, Kabinet Karsa Cinta yang dipimpin oleh Ali Sophian Wangsadiria dan Adelia Silmi Rambe dikenal cukup aktif dalam menyuarakan aspirasi mahasiswa dan menggelar berbagai kegiatan yang menyemarakkan kehidupan kampus. Namun, setelah berakhirnya masa jabatan Kabinet Karsa Cinta, BEM FIB mengalami kekosongan pemimpin yang mengakibatkan dinonaktifkannya lembaga tersebut. Selain itu, Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, yang bekerja berdampingan bersama BEM FIB, turut mengalami kekosongan pemimpin.
Berdasarkan Surat Keputusan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Nomor: 003/C2/MPM-FIB/SK/II/2025, tentang Surat Keputusan Nonaktif Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran 2025, menonaktifkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran sampai dengan waktu yang tidak ditentukan.
Ketiadaan kepengurusan baru ini memberikan dampak yang signifikan baik untuk organisasi itu sendiri maupun bagi mahasiswa FIB secara keseluruhan. Tanpa adanya BEM, banyak program kerja dan kegiatan yang akan terhambat. Selain itu, mahasiswa kehilangan wadah untuk menyalurkan aspirasi mereka.
Tulisan ini akan mengulas lebih dalam mengenai nonaktifnya BEM FIB melalui wawancara dengan Ali Sophian Wangsadiria (Ketua BEM FIB Unpad periode 2024), Raihani Fathya Yulinda (Ketua BPM FIB Unpad periode 2024), Aulia Wahyu Khadaffi (Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Jepang Unpad periode 2025), dan Aldilla Tsamara Qanita (Mahasiswa FIB Unpad angkatan 2023). Sehingga, kita dapat memahami peristiwa ini melalui berbagai sudut pandang.
Pandangan Ali terhadap Kekosongan Kursi BEM
“Organisasi tidak akan bisa berjalan apabila tidak ada nakhodanya. Kekosongan nakhoda inilah yang menjadi penyebab utama nonaktifnya BEM,” ujar Ali pada Senin (17/3).
Proses pemilihan ketua dan wakil ketua BEM yang dimulai pada November 2024 mengalami kendala, termasuk tidak adanya mahasiswa yang mendaftar bahkan hingga batas waktu yang diperpanjang. Setelah itu, sempat terdapat pasangan kandidat bakal calon ketua dan wakil ketua BEM. Namun, sang bakal calon wakil memutuskan untuk mengundurkan diri dengan alasan tidak dapat mengikuti rangkaian pemilu. Pada akhirnya, karena tidak ada mahasiswa yang bersedia mengisi posisi tersebut, BEM dan BPM FIB terpaksa dinonaktifkan.
Ali menilai BEM memiliki peran yang vital. Sebagai student governor, salah satu tugas BEM adalah menjadi perwakilan atau representasi mahasiswa. Maka, dengan BEM yang nonaktif, ia berpendapat bahwa mahasiswa menjadi pihak yang paling terdampak karena mereka kehilangan wadah untuk menyalurkan aspirasi baik dalam aspek kebutuhan dan kesejahteraan maupun aspek pengembangan potensi.
Nonaktifnya BEM di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran juga berarti himpunan mahasiswa memiliki tanggung jawab tambahan sebagai penyalur aspirasi mahasiswa. “Peran himpunan akan bertambah, karena mereka akan bertugas tidak hanya untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa di tingkat jurusan, tetapi di tingkat fakultas pula. Namun, mahasiswa bisa menyampaikan aspirasi dengan memanfaatkan media sosial yang mereka miliki,” ujar Ali.
Sudah beberapa bulan berlalu setelah nonaktifnya BEM dan BPM FIB, tetapi Ali belum melihat adanya pergerakan resmi baik dari himpunan-himpunan atau dekanat. Namun, ia telah melihat poster propaganda yang tersebar di mading FIB. Ia berharap poster tersebut dapat memantik gerakan lainnya serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran Gama FIB akan nonaktifnya BEM.
Harapan Ali adalah seluruh himpunan dapat segera memulai musyawarah mahasiswa mengenai aktivasi kembali BEM. Lalu, ketika kembali aktif, ia harap BEM dapat semakin relevan dengan mahasiswanya. Selain itu, diharapkan pula para mahasiswa dapat lebih menghargai eksistensi BEM, salah satunya dengan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.
Hani Menanggapi Keresahan Mahasiswa Seputar Opera Budaya
Tidak lengkap apabila Pena Budaya melewatkan wawancara dengan Hani sebagai Ketua BPM FIB Universitas Padjadjaran. Meskipun secara personal tidak merasakannya, Hani mengakui bahwa seluruh pihak di FIB terdampak atas nonaktifnya BEM ini. “Menurut aku, titik baliknya mulai dari himpunan Hani, warga prodinya masing-masing, lalu dekanat,” ujar Hani pada Selasa (18/3). Hani menekankan pula bahwa BEM memiliki peran yang krusial, yakni bertanggung jawab atas pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Kerja (GBHK).
Menjawab keresahan beberapa mahasiswa FIB mengenai keberlangsungan Opera Budaya tanpa adanya BEM, Hani menanggapi bahwa acara tersebut tetap dapat dilaksanakan dengan catatan pihak dekanat yang langsung mewadahinya. “Menurut aku, meskipun tidak ada BEM, Opera Budaya tetap dapat dilaksanakan. Namun, akan langsung difasilitasi oleh pihak dekanat, karena bagaimanapun mereka membutuhkan Opera Budaya,” ujar Hani. Ia juga berkata bahwa fokus utama saat ini adalah memperkuat fundamental BEM terlebih dahulu sebelum kembali berpartisipasi dalam acara-acara besar universitas.
Khadaffi dalam Mempersiapkan Kepengurusan Himpunan tanpa BEM
Pada Rabu (19/3), Pena Budaya mewawancarai Khadaffi, Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Jepang Universitas Padjadjaran. Saat ini, dalam rangka mempersiapkan kepengurusan tanpa BEM, ia dan Himade telah mempersiapkan beberapa hal.
“Ada beberapa perbedaan. Terutama karena sebelumnya Himade tidak mempunyai Adkesma. Jadi, saat pembentukan kabinet, kita membahas juga pembentukan tim Adkesma. Adkesma ini sifatnya sementara, karena kita berharap BEM kembali aktif, ya. Selain itu, kita mempersiapkan administrasi dan penandaan yang tidak bisa diwakilkan BEM dan harus langsung ke dekanat,” ujar Khadaffi.
Khadaffi berpendapat bahwa mahasiswa barulah yang paling terdampak atas nonaktifnya BEM ini, karena seharusnya informasi mengenai pendaftaran ulang dan hal lain yang berkaitan biasanya disalurkan melalui fakultas terlebih dahulu. Nonaktifnya BEM mengharuskan himpunan mengambil alih tugas tersebut.
Ketika ditanyai tanggapan mengenai kemungkinan tidak ada delegasi FIB di acara besar universitas, Khadaffi mengaku bahwa para ketua himpunan merasa bingung tentang siapa yang akan mewakili FIB, mengingat tidak ada BEM yang mengoordinasi. Meskipun demikian, mereka telah berdiskusi untuk mempersiapkan hal tersebut.
Kekhawatiran Aldilla Terhadap Nonaktifnya BEM
Pena Budaya juga mewawancarai seorang mahasiswi biasa karena penting untuk mengetahui peristiwa nonaktifnya BEM melalui berbagai sudut pandang. Pada Senin (17/3), Aldilla mengungkapkan bahwa ia khawatir kepada mahasiswa baru angkatan 2025 yang akan merasa kebingungan mengenai informasi seputar fakultas karena tidak ada BEM yang menyalurkannya. Selain itu, Aldilla berpendapat bahwa mahasiswa dapat bekerja sama dengan membentuk forum atau kelompok. Forum atau kelompok ini akan bertindak sebagai perwakilan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi-aspirasi mereka.
Aldilla pun menganggap BEM penting untuk diaktifkan lagi, karena lembaga tersebut tidak melibatkan satu pihak saja. Dengan kata lain, baik pihak dekanat maupun mahasiswa membutuhkan BEM, begitu juga sebaliknya.
Kondisi Terkini
Kondisi terkini di FIB Unpad menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada Rabu (26/3), Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran menerbitkan Surat Keputusan Hasil Rapat Darurat yang dilaksanakan pada Jumat (21/3). Rapat tersebut dihadiri oleh seluruh ketua himpunan dan perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.
Berdasarkan isi surat tersebut, dapat disimpulkan bahwa BEM dan BPM Gama FIB Unpad akan segera diaktifkan kembali. Untuk membahas hal tersebut, akan diadakan Musyawarah Mahasiswa yang dilaksanakan pada 10 April 2025. Seluruh ketua himpunan Mahasiswa FIB Unpad telah sepakat menandatangani surat undangan untuk Musyawarah Mahasiswa tersebut. Selain itu, telah diumumkan deklarasi pencalonan bakal calon Ketua BEM Gama FIB Unpad, yakni Daffa Omar Abdurrahman dari Prodi Ilmu Sejarah dan Alya Siti Aisyah dari Prodi Sastra Sunda.
Ketiadaan BEM memberikan dampak yang signifikan bagi seluruh pihak di FIB. Tanpa BEM sebagai wadah utama dalam menyalurkan aspirasi dan mengoordinasikan berbagai program kerja, banyak kegiatan kampus yang terhambat. Meski demikian, keempat narasumber memiliki harapan yang sama, yakni agar BEM dapat kembali aktif dan berfungsi seperti sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran bersama dan tindakan nyata agar setiap harapan untuk BEM dapat terwujud.