“Membangun pribadi ibarat membangun sebuah bangunan, salah satu bagian penting adalah kualitas batu bata yang digunakan. Batu bata berkualitas bagus akan membuat kuat bangunan yang didirikan. Begitulah satu per satu pribadi individu seperti batu bata. Pribadi yang kuat akan mampu menguatkan diri dan memberikan pengaruh positif terhadap orang lain serta lingkungan sekitarnya, dan lebih jauh lagi kepada agama, bangsa, dan negaranya,” (Hamka, 1950: ix).
Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, populer dengan nama pena Hamka. Merupakan seorang ulama besar sekaligus sastrawan Indonesia, beliau berkiprah sebagai wartawan, penulis, pengajar, dan juga politikus. Hamka tercatat sebagai penulis Islam paling profilik dalam sejarah modern Indonesia. Karya-karyanya mengalami cetak ulang berkali-kali dan banyak dikaji oleh peneliti Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Yunan Nasution mencatat, dalam jarak waktu kurang lebih 57 tahun, Buya Hamka melahirkan 84 judul buku. Hamka menulis sastra maupun sejarah, karyanya yang dianggap paling monumental yaitu “Tafsir Al-Azhar” yang ditulis secara komprehensif dan sangat membantu umat Islam dalam memahami kajian ayat Al-Quran.
Sesuai dengan judul bukunya, buku “Pribadi Hebat” ini memang mengajak para pembacanya untuk menjadi pribadi yang hebat. Menjadi pribadi yang terus berkembang dan merdeka secara akal dan fisik. Karena pembentukan pribadi merupakan hal mendasar yang harus dilakukan sebelum mencapai kejayaan-kejayaan lain. Buku ini ditujukan bagi siapa saja yang tertarik atau ingin menjadi pribadi yang hebat, khususnya para pemuda. Karena di saat itulah waktu yang tepat untuk membentuk pribadi individu menjadi pribadi yang hebat.
“Pribadi Hebat” memaparkan secara rinci dan realistis seperti apakah pribadi hebat itu. Pada pendahuluan buku ini Hamka menjelaskan bagaimana kata “diri pribadi” dapat terbentuk, yang mulanya dalam bahasa Inggris disebut personality dan dalam bahasa Belanda disebut persoonlijkheid. Dijelaskan pula oleh Buya Hamka, bahwa kemajuan pribadi suatu bangsa dan kemerdekaannya tidak akan tercapai jika belum ada kemajuan dan kemerdekaan pribadi individu. Karena kemerdekaan suatu bangsa terbentuk atas kemerdekaan pribadi individu-individu dalam bangsa tersebut.
Pada bab awalan buku ini, Buya Hamka membahas tentang “pribadi”. Bahwa budi, akal, pergaulan, kesehatan, dan pengetahuan, semua itulah yang disebut sebagai pribadi dan pribadilah yang menentukan mutu seseorang. Pembentukan pribadi dimulai sejak kecil oleh didikan orang tua, guru, dan yang lainnya. Namun, pribadi tidak akan berkembang jika diperlakukan dengan penuh tekanan. Selanjutnya, Buya Hamka menjelaskan beberapa hal yang dapat memunculkan pribadi diantaranya ialah daya tarik, cerdik, menimbang rasa (empati), berani, bijaksana, berpandangan baik, tahu diri, kesehatan tubuh, bijak dalam berbicara, dan percaya kepada diri sendiri. Pikiran dan perasaan pribadi pun dapat menentukan pribadi seseorang. Pribadi yang lemah adalah pribadi yang tidak merdeka dan tidak memiliki tujuan.
Dijelaskan pula pengaruh kesehatan tubuh dalam pembinaan pribadi dan dalam tubuh ada beberapa hal yang menentukan arah jiwa. Otak merupakan pimpinan tertinggi yang memegang kekuasaan kerajaan diri. Dalam otak terpegang pikiran, perasaan, dan kemauan. Dan agar hubungan seluruh tubuh dan otak berlangsung cepat, harus ada penguat hubungan yaitu darah. Darah yang sehat harus diambil dari bahan-bahan yang sehat.
Pembahasan yang dianggap paling menarik adalah pada pembahasan di mana Buya Hamka menjelaskan tentang hal-hal yang dapat menguatkan pribadi. Pribadi yang memiliki tujuan, karena tidak ada orang yang sampai dengan tiba-tiba pada suatu tempat. Pribadi yang memiliki keinginan bekerja, karena jika tidak ada cita-cita dan keinginan mencapai cita-cita, tidak akan ada kemajuan. Rasa wajib dengan sendirinya memaksa diri supaya berjalan terus dan fokus. Hal lain yang dapat menguatkan pribadi adalah pengaruh agama dan iman, dan juga pengaruh shalat dan ibadah.
Buya Hamka berkata bahwa mempunyai iman dan agama berpengaruh besar terhadap pembentukan pribadi. Iman adalah pokok, kepercayaan kepada Zat yang Mahakuasa. Bukan shalat dan puasa saja yang dikatakan ibadah itu, tetapi seluruh pekerjaan di dalam hidup kita asalkan kita niatkan untuk ibadah semata.
Bahasa dan cara penyampaian Buya Hamka dalam buku ini mungkin dapat dikatakan sedikit berat karena bersifat kritis. Namun, semakin lama akan semakin mudah dalam memahaminya. Anda mungkin akan kagum setelah membaca buku ini, karena penulisan dan pemikiran Buya Hamka pada umumnya dapat membuat para pembaca mengaguminya. Pribadi memang harus dibentuk, masing-masing individu yang dapat menentukan arah pembentukan pribadinya.
“Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan Pribadimu!” (Hamka, 1950; xi).
Editor : Irna Rahmawati