Cancel Culture: Sanksi Sosial bak Pedang Bermata Dua

Rida Rasidi
946 views
Cancel Culture
','

' ); } ?>

Cancel Culture terjadi di berbagai negara dan kerap menimbulkan berbagai opini di masyarakat.

Cancel culture belakangan ini menjadi tren seiring dengan banyaknya publik figur yang tersandung kasus, baik narkoba, pelecehan seksual, atau memposting opini yang dinilai ofensif terhadap suatu isu. 

Cancel culture adalah aksi memboikot seseorang atau menghilangkan pengaruh orang tersebut baik di media sosial maupun di kehidupan nyata. 

Seperti pedang bermata dua, tindakan seperti ini menjadi tren yang dapat berfungsi sebagai alat keadilan sosial sekaligus senjata yang mengintimidasi. 

Cancel culture dapat menjadi alat perubahan positif bila tujuannya beralasan, bukan hanya sekadar menmboikot untuk hal-hal sepele seperti perbedaan pendapat atau tidak mencari tahu dasar permasalahannya. 

Pada kasus Roman Polanski yang didakwa bersalah atas kasus pemerkosaan anak di bawah umur, melarikan diri ke Prancis pada tahun 1978. Pada November 2019, ia diundang untuk menjadi pemateri kuliah di sekolah film Lodz, Polandia. Namun batal karena muncul protes dari para mahasiswa, staf di media sosial, serta petisi daring yang menolak kehadirannya. 

Kasus tersebut menjadi salah satu contoh cancel culture yang menjadi alat keadilan. Roman Polanski berhak mendapatkan cancel culture atas kasus pemerkosaan anak yang dilakukannya.

Disamping itu, aksi pemboikotan seperti ini juga dapat menjadi senjata mengintimidasi yang berpotensi salah sasaran dan berujung merusak reputasi. Dalam hal ini, sering terjadi di kasus-kasus “cancel” yang dilakukan netizen Korea Selatan terhadap para aktor atau idol. 

Seperti pada kasus Seo Ye-Ji yang dituduh sebagai pacar aktor Kim Jung-Hyun yang posesif. Seo Ye-Ji juga dituduh sebagai penyebab aktor tersebut berperilaku kasar. Setelah rumor tersebut mencuat, netizen Korea Selatan berbondong-bondong meng-cancel Seo Ye-Ji tanpa menunggu pihak yang bersangkutan memberikan pernyataan resmi. Pada akhirnya, agensi Seo Ye-Ji membantah rumor yang beredar. Namun, karena aksi cancel dari netizen korea selatan, Seo Ye-Ji kehilangan berbagai kontrak iklan dan juga ia harus mundur dari produksi drama yang saat itu sedang dijalankannya. 

Di Indonesia, upaya memboikot tokoh publik mulai marak dilakukan. Publik figur seperti Jefri Nichol, Ardhito Pramono, hingga Saipul Jamil di-cancel oleh netizen Indonesia atas kasus mereka masing-masing. 

Netizen sendiri memiliki pendapat pro dan kontra terkait isu ini. Akun twitter, @cinnamongirlc berpendapat bahwa cancel culture tidak efektif karena terduga pelaku hanya mendapatkan sanksi sosial tanpa ada jaminan perubahan pikiran, perilaku, dan tabiat. 

Beberapa netizen, salah satunya akun twitter, @ScarletNeo, memilih berada di pihak pro karena di masa sekarang ini banyak sekali influencer dan tidak semua influencer memberi influence yang baik, cancel culture berguna mengedukasi agar setiap orang punya sense yang benar. Ia menambahkan agar jika ingin meng-cancel orang juga tetap harus memiliki dasar. 

Tidak hanya pro dan kontra, netizen seperti, @euphoriamagics memilih untuk bersikap netral terhadap isu iniini, karena menurutnya cancel culture dapat digunakan jika kesalahan yang dilakukan fatal dan sudah merugikan orang banyak, tetapi jika hanya karena masalah pribadi maka pemboikotan seperti ini bukanlah solusi yang tepat. 

BACA JUGA tulisan lain tentang Cancel Culture atau tulisan Rida Rasidi lainnya.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran