David Blaine, Mejik, dan Seni ‘Mempercayai’

M Dzaky Abdullah
1126 views
','

' ); } ?>

Akhir-akhir ini saya mengganti tontonan di aplikasi Youtube ponsel saya, dari menonton Minecraft 12 jam sehari, jadi saya habiskan binge nonton pertunjukan-pertunjukan sulap. Mungkin sebagian ini adalah dorongan nostalgia saya terhadap era-era gemilangnya Deddy Corbuzier (pra-podcast), hipnosisnya Romy Rafael, dan acara Demian ‘Sempurna’ Aditya di ANTV dulu.

Kalau Anda juga mengikuti panggung persulapan internasional, tentu Anda akan mengenal sosok David Blaine. Blaine adalah seorang pesulap, illusionis, juga endurance artist dengan selusin acara TV dalam katalognya. Beberapanya kalau tidak salah juga sering di tayangkan di TV-TV lokal. Dalam pertunjukan-pertunjukannya Blaine menggabungkan elemen-elemen sulap dengan penampilan “ajaib” non-sulap. Misalnya, selain handal dalam manipulasi kartu remi, salah satu repertoirnya adalah penampilan menusukan pemecah es sampai menembus bisepnya, atau melakukan aksi human aquarium dengan 10 ekor KODOK dalam perutnya. Aksi-aksinya hampir bukan manusia juga bukan trik tipuan, dan itulah yang mencuri hati saya.

Dalam dunia “keajaiban”, ada divisi sulap yang menurut saya tidak kalah seru. Sosok seperti Darren Brown dari Inggris, misalnya, adalah seorang ‘mentalist’ yang dengan keahlian khusus dapat “membaca” pikiran seseorang. Dalam penampilannya, ia dapat menebak perilaku, isi kepala, reaksi para penonton, yang tak jarang berjumlah ratusan orang.

Saya kira TED Talk-nya Brown dapat mengartikulasikan jiwa dari aksi-aksi sulap ini dengan sangat indah. Katanya, “Kita menyunting, menghapus, memilih apa yang kita pikirkan, apa yang kita perhatikan. Kita membuat kisah-kisah agar dunia disekitar kita masuk akal, dan kita selalu keliru. Karena kita mencoba untuk berlayar dengan kompas-kompas bengkok kita, namun kisah-kisah tersebut sangatlah nyata.” Bagi saya, sulap adalah analogi hebat tentang bagaimana kita menyunting dan menciptakan kisah-kisah kepada diri sendiri lalu dengan keliru menganggapnya sebagai kebenaran.

David Blaine banyak mengambil inspirasi dari idolanya, Houdini, pesulap legendaris abad 20. Pada tahun 2008, Blaine mengalahkan rekor menahan nafas di bawah airnya Houdini sampai 17 menit lamanya. Seperti Blaine, gimik Houdini bukan cuma aksi sulap di atas panggung. Ia juga sering melakukan aksi-aksi menantang maut seperti dikubur hidup-hidup atau aksi eskapisme di bawah air.

Menikmati pertunjukan sulap bukanlah bentuk pertunjukan untuk dibodoh-bodohi sang pesulap. Ini bukan tentang pesulap vs. penonton. Layaknya pertunjukan lainnya seperti konser atau teater, penonton datang untuk dihibur. Sulap adalah kolaborasi antara sang eksekutor mejik dengan penonton. Tentu Anda pergi ke konser untuk menikmati pertunjukan lagu-lagu yang dinyanyikan sang musisi; bukan datang ke konser untuk adu solo gitar dengan gitaris band yang tampil. Aksi seperti duo Penn&Teller yang menampilkan trik sulap sembari menjabarkan kepada penonton seluk beluk trik mereka tentu mendukung klaim ini.

Semua orang yang saya sebutkan di atas tidak pernah mengatakan bahwa keahlian mereka adalah sesuatu yang berada di luar kemungkinan natural. David Blaine yang pernah dibekukan di dalam es selama 3 hari, puasa dalam kotak kaca selama 44 hari, berlatih dengan mengkondisikan tubuhnya secara ekstrim. Darren Brown, yang dengan handal menebak (dengan mata tertutup) asal, umur, sampai kata kunci akun surel seorang penonton yang dipilih secara acak, menyebutkan keajaibannya sebagai keahlian psikologi dan “sekadar membaca orang”. Dan Houdini sendiri adalah suara paling lantang melawan oknum-oknum spiritualis dan penipu supranatural pada zamannya. Jadi, dari awal, sulap bukanlah aksi penipuan. Ini tentang ‘percaya’.

Sulap itu tentang kolaborasi. Tentang jumlah kepercayaan sang pesulap kepada penonton, dengan kepercayaan para penonton kepada sang performer dengan jumlah yang sama besar. Dan pada akhirnya, semua terhibur. Dan untuk mengakhiri tulisan ini saya menampilkan sebuah trik.

Siap?

Silakan pilih satu angka, dari angka satu, sampai angka lima.

Sudah?

.

.

.

.

.

Tiga!

[Di bagian ini Anda tepuk tangan]

[Kalau tebakannya salah, saya akan coba lagi di artikel selanjutnya.]

Terima kasih.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran