Sejak memenangkan proses bidding tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar sudah menarik perhatian banyak pecinta sepak bola dunia. Selain berhasil memenangkan bidding melawan negara bergengsi seperti Australia dan Korea Selatan, Qatar juga berhasil menjadi negara Timur Tengah pertama yang menggelar Piala Dunia.
Terlepas dari kesuksesan gemilang tersebut, proses persiapan Qatar menuju tuan rumah Piala Dunia 2022 dipenuhi dengan drama dan berbagai isu miring. Bahkan sejak Mei 2011 silam, isu-isu seperti tuduhan suap hingga kasus mengenai ketidakadilan yang para pekerja dapatkan dari penyelenggara sudah banyak terdengar. Hingga saat ini, sisi kontra mengenai Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 semakin bertambah hingga menjadi permasalahan yang panjang.
Diawali dengan bergesernya jadwal berlangsungnya Piala Dunia yang biasa diadakan di musim panas, Qatar sepakat untuk memindahkan jadwal Piala Dunia 2022 ke musim dingin. Dikutip dari Al Jazeera, suhu musim panas di Qatar bisa mencapai 40 derajat Celcius yang mana cuaca ini jelas tidak baik untuk para pemain dan juga pendukung yang akan hadir.
Akibat perubahan jadwal Piala Dunia 2022 yang berpindah ke musim dingin, banyak kompetisi liga tingkat atas harus berhenti hingga pergelaran Piala Dunia selesai dilaksanakan. Para pecinta sepak bola tentu banyak mengungkapkan kekecewaannya akan jadwal yang tidak biasa ini.
Isu berikutnya datang dari proses pembangunan infrastruktur, fasilitas, serta sarana-prasarananya. Qatar rela mengeluarkan dana sekitar 220 miliar dollar Amerika untuk pembangunan ini. Uang ini digunakan untuk membangun kota baru Lusail beserta sarana-prasarananya, seperti stadion, transportasi kereta cepat, dan fasilitas akomodasi lainnya.
Proyek besar-besaran inilah yang menjadi salah satu sumber isu miring mengenai banyak pekerja menjadi korban jiwa dalamnya. Qatar sendiri memilih imigran dari luar negeri seperti Bangladesh, India, dan Nepal sebagai sumber daya manusia untuk dipekerjakan. Akan tetapi, desas-desus perlakuan buruk Qatar terhadap pekerja sangat sering terdengar, baik itu dari segi gaji hingga kontrak dan ancaman kerja.
Dilansir dari euronews.com, terdapat pihak yang mengatakan ada sekitar 6.500 korban jiwa dari proyek masif. Namun, pihak Qatar mengatakan hanya ada 37 kematian yang “berhubungan langsung” dengan proyek pembangunan Piala Dunia. Bagi banyak orang, hal ini menjadi isu yang bersangkutan dengan hak asasi manusia dan banyak dari korban dan keluarga korban yang meminta kompensasi dari kejadian ini.
Selain itu, banyak isu kemanusiaan lain yang menjadi permasalahan dalam Piala Dunia 2022 Qatar ini. Seperti diantaranya adalah isu kebebasan perempuan dan larangan masuknya kelompok LGBTQ ke Qatar. Kedua isu ini dapat dikatakan menjadi isu terbesar dalam penyelenggaraan Piala Dunia 2022.
Menurut Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, Qatar menerima semua orang dengan terbuka, tetapi dengan harapan orang-orang bisa menghormati budaya setempat. Kemudian mengenai isu kebebasan perempuan yang dianggap terlalu mengekang, para pecinta sepak bola, khususnya kaum hawa, berharap Qatar bisa memberikan perhatian lebih mengenai isu terkait.
Satu lagi isu yang sangat panas diperbincangkan adalah bagaimana Qatar melakukan tindak suap. Mulai dari penangkapan eksekutif FIFA atas tuduhan pencucian uang hingga dugaan korupsi yang dilakukan untuk menumpuk suara pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Ditambah lagi dengan komentar Sepp Blatter, mantan presiden FIFA, yang mengatakan bahwa Qatar merupakan negara yang terlalu kecil untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia dan pemilihan Qatar sebagai tuan rumah itu sendiri merupakan sebuah kesalahan.
Terakhir, masih banyak lagi kontroversi yang menggegerkan penggemar sepak bola dunia, seperti larangan minuman beralkohol, larangan berpakaian terbuka bagi perempuan, dan kurangnya kesiapan akomodasi bagi para penggemar dan pendukung sepak bola dari segala penjuru dunia.
Menyangkut perilaku tidak adil terhadap para buruh pekerja, memang sudah seharusnya Qatar memberi kejelasan mengenai para buruh. Informasi yang simpang-siur membuat banyak orang-orang khawatir akan misinformasi.
Menjawab keresahan masyarakat merupakan tugas penyelenggara. Angka 37 korban jiwa yang penyelenggara sebutkan memiliki jarak yang sangat jauh dari angka 6.500 yang pihak lain sebutkan. Hal ini tentu akan memberikan kekhawatiran bagi masyarakat dan keluarga para buruh.
Berbeda lagi dengan masalah kebudayaan, memang benar orang-orang Qatar memiliki hak untuk menyuarakan permintaan supaya budayanya dihormati. Sesuai peribahasa, “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung,” Qatar sudah benar meminta bangsa lain untuk menghormati budayanya selama berada di Qatar. Apalagi, jika kebudayaan tersebut berhubungan dengan kepercayaan.
Terlepas dari banyaknya kontroversi yang beredar, presiden FIFA, Gianni Infantino, menyebutkan bahwa Piala Dunia 2022 yang digelar di Qatar ini akan menjadi yang terbaik sepanjang masa
BACA JUGA Tulisan lain dalam rubrik Liputan dan Berita atau tulisan Sadrina Suhendra lainnya.