Tuntutan dunia terhadap perempuan itu tidak main-main. Bukan rahasia lagi apabila perempuan menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk tampil “siap” di hadapan dunia, hanya agar dipandang layak. Mereka memiliki lebih banyak krim yang harus dipakai, memilih jenis dan warna riasan apa yang dianggap akan memperindah tampilan wajahnya. Belum lagi pakaian: bentuk, warna, model, bahkan mereknya harus baik-baik dipikirkan. Perempuan harus terlihat menarik, cantik, dan rapi bahkan sebelum diberikan kesempatan berbicara.
Mari kita terikat bersama. Berapa banyak perempuan yang berani datang ke suatu acara tanpa riasan apapun? Ada. Ya. Namun, berapa banyak? Yang benar-benar datang dengan wajah polos, tanpa krim atau pewarna bibir? Pikirkan bagaimana tanggapan orang-orang terhadapnya. Mana yang dianggap wajar? Perempuan berwajah polos tanpa riasan atau mereka yang hadir dengan tampilan paripurna dilapisi krim mahal dan riasan yang sedang tren? Berbanding terbalik dengan laki-laki, bukan? Meski dewasa ini riasan tidak lagi eksklusif untuk kaum hawa, laki-laki akan berlomba tetap terlihat polos dan natural. Maskulinitas didefinisikan demikian. Tanpa riasan wajah. Saat perempuan berlomba-lomba melukis ulang wajah mereka, laki-laki sebaliknya.
Perempuan merias wajah bukan semata-mata karena ingin terlihat atau dipuji cantik, melainkan karena dunia menuntutnya demikian. Tekanan sosial menciptakan ketakutan dalam diri perempuan—takut dianggap malas, tidak profesional, tidak mampu merawat diri, dan masih banyak lagi. Tekanan sosial pada perempuan sudah begitu keterlaluan. Kapitalisme pun hadir sebagai penyokong baru yang memperparah beban itu, melihat tubuh perempuan serta tuntutan sosial yang membebaninya tidak lebih dari pangsa pasar.
Industri kecantikan menjadi salah satu ladang paling menggiurkan. Bukan semata karena janji akan rupa yang paripurna, melainkan nilainya yang terus meroket dari tahun ke tahun. Di Indonesia, pasar kecantikan dan perawatan diri diperkirakan tumbuh hingga 9,74 miliar dolar AS pada 2025, dan melonjak menjadi 12,04 miliar dolar AS pada 2030 (Statista, 2025). Siapa yang menjadi target utama mereka? Tentu saja perempuan.
Perempuan tidak hanya dijadikan objek, melainkan dikomodifikasi. Mereka dieksploitasi habis, dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Kapitalisme menyelinap bahkan mengonstruksi standar-standar kecantikan yang membuat perempuan selalu merasa tidak cukup dengan apa mereka miliki. Tubuh perempuan dijadikan proyek tanpa akhir yang harus selalu diubah, diperbaiki, dan dibuat sesuai dengan standar-standar yang mereka ciptakan sendiri. Perempuan pun tumbuh dalam keyakinan bahwa mengikuti standar kecantikan populer adalah hal yang wajar, bahkan sebuah keharusan. Bentuk alis yang dianggap ideal, warna bibir yang sedang digemari, hingga bentuk tubuh dan gaya berpakaian yang dianggap layak tampil di ruang publik—semuanya diatur. Kapitalisme tidak sekedar menjual produk, tapi juga membentuk kebutuhan-kebutuhan semu—menanamkan rasa perlu dalam benak perempuan bahwa tubuh mereka harus terus-menerus diperbaharui, ditata, dan disesuaikan. Pada akhirnya, tubuh perempuan hanya menjadi proyek tanpa jeda dalam sistem yang menjadikan estetika sebagai tuntutan, bukan pilihan.
“Kalau tidak mau (merias wajah atau berpakaian sesuai dengan tren yang ada) maka tidak perlu.” Kalimat itu sering kita dengar begitu mendiskusikan hal ini. Sayang, dunia tidak berjalan sesederhana itu. Persoalannya bukan sekadar pada mau atau tidak mau, tetapi pada mengapa seseorang ingin, dan atas dasar apa keputusan itu diambil.
Seberapa murni sebuah pilihan bisa diklaim sebagai milik pribadi ketika setiap hari kita dibentuk oleh iklan, diarahkan oleh aktris, dan dituntun lembut oleh para beauty influencer yang seakan tahu pasti cara tampil memikat? Apakah benar dunia ini masih memberi kita kebebasan atau hanya menjadikan kecantikan sebagai ladang komodifikasi dan wajah baru dari pengekangan?
Daftar Pustaka
Statista. (2024). Pendapatan Pasar Kecantikan dan Perawatan Pribadi di Indonesia menurut Jenis Produk. Diakses pada 17 April 2025, dari https://www.statista.com/forecasts/1204668/indonesia-revenue-beauty-and-personal-care-market-by-type
Statista. (2024). Pasar Kecantikan & Perawatan Pribadi – Indonesia . Diakses pada 17 April 2025, dari https://www.statista.com/outlook/cmo/beauty-personal-care/indonesia