Hadestown: Mitos yang Realistis

Redaksi Pena Budaya
5585 views
','

' ); } ?>

André de Shields sebagai Hermes. Diambil dari laman newstatesman.com.

Spoiler alert!

Yunani terkenal akan kisah-kisa mitologinya. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan semua dewa-dewi, makhluk-makhluk mitologis, dan pahlawan-pahlawannya. Ada banyak cerita-cerita yang berkembang, di antaranya adalah cerita tentang Hercules serta Orpheus dan Eurydice.

Cerita Orpheus dan Eurydice ini diangkat ke sebuah drama musikal berkonsep album oleh Anaïs Mitchell berjudul “Hadestown”. “Hadestown” dipentaskan untuk pertama kalinya pada tahun 2006 dan mulai masuk ke Broadway pada Maret 2019.

Disutradarai oleh Rachel Chavkin, “Hadestown” sukses mendapat banyak penghargaan. Pada Tony Awards ke-73, “Hadestown” sukses menyabet 14 nominasi dan berhasil memenangkan 8 di antaranya, termasuk kategori Best Musical (Musikal Terbaik).

Namun, Anaïs Mitchell menceritakan kisah ini dengan sedikit berbeda dengan kisah aslinya. Dari segi latar, Mitchell mengambil latar pasca-apokaliptik yang terinspirasi oleh Depresi Besar, di mana suasana di dunia atas, atau yang biasa disebut bumi, sangat panas menyengat saat musim panas dan begitu dingin ketika musim dingin tiba. Berkebalikan dengan suasana dunia atas, suasana dunia bawah begitu gemilang dengan segala gemerlap dan janjinya akan hidup enak dan mewah. Ini disebabkan Mitchell menggambarkan dunia bawah sebagai pabrik-pabrik dengan Hades, dewa dunia bawah, sebagai pemiliknya. Ada pabrik tentu ada pekerjaan, maka dari itu dunia bawah menjanjikan kekayaan dan hidup enak. Mitchell menggambarkan bahwa untuk menuju dunia bawah dari dunia atas atau sebaliknya terdapat kereta beserta relnya.

Dari segi tokoh, bukan hanya Orpheus, Eurydice, Hades, dan Persephone —istri Hades— saja yang bermain, melainkan juga Hermes, dewa pembawa pesan, dan The Fates, tiga dewi yang menentukan nasib manusia.

Hermes berperan sebagai narator walaupun di tengah-tengah cerita Hermes juga berperan sebagai tokoh penting bagi Orpheus dan Eurydice. Alih-alih menentukan nasib manusia, The Fates berperan sebagai suara hati para tokoh. Penggambaran Eurydice pun juga agak berbeda dari aslinya. Jika dalam mitologi Yunani Eurydice digambarkan sebagai makhluk supernatural berupa nimfa pohon ek, Eurydice di “Hadestown” digambarkan sebagai gadis periang yang selalu kelaparan. Ia digambarkan sebagai gadis yang independen.

Mitchell pun menggambarkan Orpheus sebagai lelaki pemain lira dan pemusik yang lugu dan naif. Namun, Orpheus yang lugu tidak menjadikan Eurydice tidak jatuh cinta kepadanya. Hades digambarkan sebagai raja sekaligus pemilik pabrik di dunia bawah. Ia digambarkan sebagai raja yang kharismatik yang mempunyai kemampuan untuk mendoktrin para pekerjanya. Persephone digambarkan sebagai wanita yang senang sekali berpesta. Saat musim panas di bumi, ia datang ke dunia atas untuk merayakan datangnya musim panas. Namun, ketika musim dingin tiba, Hades menjemputnya untuk kembali ke dunia bawah. Digambarkan pula bahwa Persephone tidak begitu menyukai dunia bawah.

Mitchell tidak sepenuhnya merombak cerita. Inti ceritanya sama dengan kisah aslinya, Orpheus menyelamatkan Eurydice dari dunia bawah dan membawanya kembali pulang. Namun, keunikan dari “Hadestown” adalah terdapatnya pilihan-pilihan yang terkesan kontras yang harus diputuskan oleh para tokoh. Keputusan-keputusan inilah yang membuat “Hadestown” menjadi drama musikal yang mengangkat cerita mitos secara realistis.

Sebagai seorang pemusik, Orpheus tentu selalu menulis lagu. Jika lagunya selesai, maka ia akan membawa musim semi kembali ke bumi. Bumi tidak lagi sepanas dan sedingin biasanya. Alasan itulah yang membuat Eurydice jatuh hati kepada Orpheus. Namun, seiring berjalannya waktu, Orpheus terlalu sibuk menulis lagu sehingga Eurydice mulai mencari perlindungan lain. Hal itulah yang membawa Eurydice ke dunia bawah.

Alih-alih digigit ular, Eurydice dibawa ke dunia bawah karena tergoda oleh janji-janji yang ditawarkan oleh Hades. Hades bertemu Eurydice saat ia menjemput Persephone di dunia atas. Hades menawarkan segala kemewahan dan janji-janji manis jika Eurydice ikut dengan Hades ke dunia bawah. Tentu Eurydice tertarik dengan tawaran Hades karena di bumi tidak lagi terdapat makanan untuk dimakan dan kayu bakar untuk menghangatkan diri. Kesempatan inilah yang membuat Hades berpikir untuk menjadikan Eurydice sebagai salah satu pekerjanya.

Hades pun punya alasan mengapa ia merayu Eurydice. Saat itu hubungannya dengan Persephone sudah tidak seerat dulu. Persephone lebih suka tinggal di dunia atas karena dunia bawah bukanlah zona nyamannya. Ia lebih suka berpesta dengan orang-orang sembari minum anggur ketimbang bersama orang-orang di pabrik. Maka dari itu, Hades mengajak Eurydice ke dunia bawah.

Namun, dunia bawah, atau yang disebut sebagai Hadestown (kota Hades), tidak seperti apa yang Hades katakan. Hades terkesan memanis-maniskan omongannya agar Eurydice mau ke dunia bawah. Betul terdapat pabrik, pekerjaan, dan dinding yang sedang dibangun, tetapi para pekerja Hades bekerja tanpa henti. Siapapun yang telah masuk ke Hadestown tidak akan bisa keluar lagi. Inilah alasan mengapa Orpheus menyelamatkan Eurydice dari Hadestown. Orpheus tidak ingin berpisah dengan Eurydice dan Eurydice pun tidak mau berpisah dengan Orpheus.

Dikatakan bahwa Hades dan Persephone terpesona akan lagu yang dinyanyikan oleh Orpheus pada saat Orpheus menyelamatkan Eurydice. Lagu yang dinyanyikan merupakan lagu yang Orpheus coba selesaikan. Lagu tersebut bercerita tentang kisah Hades dan Persephone yang hubungannya masih erat seperti dulu. Hades dan Persephone terpesona dengan lagu tersebut. Namun, jika ia membebaskan Orpheus dan Eurydice, ia akan menjadi raja tanpa pendirian. Jika ia tidak membebaskan mereka, maka ia akan menjadi raja tanpa hati. Karena itulah Hades membolehkan Orpheus dan Eurydice pergi dengan satu syarat, Orpheus harus berjalan di depan Eurydice dan tidak boleh menoleh ke belakang untuk mengecek apakah Eurydice mengikutinya atau tidak sebelum sampai ke dunia atas. Kalau ia melanggar, maka Eurydice harus kembali ke dunia bawah. Sayangnya, Orpheus ragu jika Eurydice mengikutinya di belakang sehingga Orpheus menoleh ke belakang dan Eurydice harus kembali ke dunia bawah untuk selamanya.

Satu hal yang menarik dari drama musikal ini adalah lagu bertajuk Why We Build the Wall sebagai lagu penutup babak pertama. Digambarkan di lagu tersebut bahwa Hades sedang membangun dinding untuk melindungi Hadestown dari musuh. Musuh tersebut adalah kemiskinan. Hades tidak ingin dunia bawah menjadi miskin seperti dunia atas maka dari itu ia memperkerjakan pekerjanya dengan sangat keras dengan harapan dunia bawah jauh dari kemiskinan.

“Hadestown” merupakan drama musikal yang unik dan cukup menyayat hati. Lagu-lagunya pun sarat akan cerita yang detail sehingga mudah saja jika ingin mengetahui bagaimana ceritanya tanpa harus ke New York untuk menonton pertunjukan teaternya. Dengan tata panggung dan tata lampu yang ciamik serta akting para aktor dan aktris yang mumpuni, “Hadestown” memang pantas memenangkan berbagai penghargaan dalam Tony Awards ke-73. (Nadhifa Putri Syafiera).

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran