Sudah lebih dari setahun sejak ditetapkannya perkuliahan dalam jaringan (daring) di lingkungan Universitas Padjadjaran. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan mengenai kapan berakhirnya perkuliahan secara daring dari berbagai pihak, tak terkecuali para mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad. Sebelumnya, Rektor Unpad, Prof. Rina Indiastuti sempat menyampaikan mengenai teknis perkuliahan yang akan dilaksanakan secara hybrid mulai Agustus mendatang (31/5).
Keputusan itu juga kemudian memicu beragam reaksi dari para mahasiswa. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Warta Kema, sebagian mahasiswa menganggap bahwa perkuliahan hybrid harus segera dilaksanakan karena adanya kebutuhan sosialisasi bagi para mahasiswa terutama mahasiswa angkatan 2020 yang sama sekali belum pernah merasakan perkuliahan tatap muka. Perkuliahan daring dianggap lebih memicu rasa stress karena kurangnya sosialisasi langsung antar mahasiswa dan dosen. Namun, ada pula mahasiswa yang tidak setuju dengan perkuliahan hybrid. Menurut mereka, perkuliahan hybrid tidak perlu terburu-buru diterapkan mengingat kasus Covid yang terus meningkat serta vaksinasi yang belum tuntas dilakukan.
Untuk menjawab mengenai teknis perkuliahan khususnya yang akan diterapkan di lingkungan FIB, Pena Budaya berkesempatan mewawancarai Wakil Dekan I FIB Universitas Padjadjaran, Dr. Lina Meilinawati Rahayu.
Wawancara diawali dengan pertanyaan mengenai teknis perkuliahan yang sempat direncanakan akan dilaksanakan secara hybrid. Namun, kini kasus Covid-19 kembali melonjak. Lantas, bagaimana rencana penerapan sistem hybrid tersebut?
Menurut beliau, terdapat beberapa ketentuan yang telah disiapkan dalam rencana penerapan perkuliahan hybrid ini, antara lain:
- Satu program studi hanya satu mata kuliah
- Mata kuliah merupakan mata kuliah keahlian, bukan pengetahuan
- Perkuliahan dibagi menjadi dua ruangan dengan susunan kursi letter U maksimal 20 orang setiap ruangan
- Mekanisme pembagian jadwal tatap muka diserahkan kepada pengajar
Rencana penerapan perkuliahan hybrid pada dasarnya telah dimulai dengan staf dan dosen yang sudah bekerja di lingkungan FIB Unpad. Namun, setelah melonjaknya kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir, staf dan dosen kembali bekerja dari rumah. Meskipun, pelayanan terhadap mahasiswa tetap dapat dilakukan seperti biasa.
“Sudah satu bulan ini, kami para pengelola itu sudah berkantor (di FIB Unpad) setiap hari. Tapi hari ini, tata usaha atau yang biasa disebut dengan tendik mulai seminggu kemarin itu sudah bekerja di rumah lagi, termasuk kami. Karena di FIB saja ada lima keluarga yang terpapar Covid, lalu ada (pula) dosen yang meninggal,” ujar Lina Meilinawati.
Berkaitan dengan rencana perkuliahan hybrid, pihak kampus berpendapat bahwa perkuliahan hybrid dapat dilakukan jika kasus Covid-19 membaik. Jika kondisinya tidak kunjung membaik atau bahkan memburuk, maka pembelajaran akan kembali dilakukan secara daring. Tetapi, pihak kampus juga telah menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan terkait skenario apa yang nantinya diterapkan setelah melihat perkembangan dari pandemi Covid-19.
“Kita kan sedang berperang melawan Covid ini yang kita tidak pernah tahu kapan selesainya. Jadi kita akan mengikuti alur Covid. Kalau mereda, kita akan hybrid, jalan seperti yang skenario (yang) sudah kita lakukan. Jadi skenarionya sudah ada dan ini akan diterapkan bila suasana Covid melandai. Tapi, bila kemudian (kasus Covid) naik lagi, skenarionya akan diubah. Kita akan belajar di rumah lagi,” tegasnya.
Selanjutnya, terdapat persyaratan bagi mahasiswa bila ingin ikut serta dalam perkuliahan hybrid. Syarat ini mencakup domisili serta keharusan adanya surat izin dari orang tua mahasiswa yang akan menjalani perkuliahan secara hybrid. Hal ini disebabkan oleh masih ada pihak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya untuk perkuliahan hybrid.
“Kalau domisilinya di Bandung tapi orang tuanya tidak mengizinkan, kita juga tidak akan bisa (melakukan perkuliahan hybrid). Jadi pokoknya yang di kelas itu cuma 20 (mahasiswa) dan yang diutamakan yang ada di Bandung dan Jatinangor. Kita (juga) akan meminta persetujuan orang tua. Kalau orang tuanya tidak mengijinkan, itu juga tidak akan (dilakukan perkuliahan hybrid),” tambahnya.
Pihak kampus juga telah melakukan survey terkait perkuliahan hybrid kepada para orang tua mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 10 persen orang tua yang tidak mengijinkan anaknya untuk berkuliah secara hybrid, dan dan orang tua yang tidak mengijinkan itu justru yang anaknya (berdomisili) di Bandung.
Selain itu, sebenarnya skenario perkuliahan hybrid telah disiapkan Unpad pada tahun 2024, mengingat sebenarnya ada beberapa mata kuliah yang memungkinkan untuk dilaksankan secara hybrid. Rencana tersebut menjadi “dipercepat” karena adanya pandemi Covid-19 ini yang memaksa kita untuk melakukan kuliah dengan berbasis daring.
“Seperti mata kuliah Dasar-Dasar Filsafat atau yang berbasis ilmu itu sebenarnya akan ‘dihybridkan’, karena sebenarnya ilmu tersebut bisa didapat mahasiswa dengan searching di internet, sehingga mahasiswa tak perlu buang waktu ke kampus dan bisa mengisi waktu luang dengan kegiatan lainnya, seperti misalnya menulis,” pungkas Lina Meilinawati.