1. Raung
di sebuah raung penuh bimbang
banyak tanya yang tak kunjung hilang
banyak gelisah yang tak jua terus terang
ada yang terbentang di raung bualan itu
sesaknya sungguh mahaluas
sudut tembok menjadi adu nasib tak berkesudahan
seperti lautan dengan jutaan gelombang
arah mana tempat yang tepat menjadi wadah air mata?
1. Patah Hati
ternyata pergi bukan pilihan yang tepat ketika patah hati
nyatanya bukan tentang tempat yang disinggahi
percuma jika hati tetap tinggal dalam pulang yang sama:
raga telah menghilang padam, rasa tak pernah redam
1. Jatinangor
aku berjalan tanpa arah
mungkin bersama harapan
mungkin bersama kenyataan
bahwa tak ada kenyataan yang sesuai harapan
huh, omong kosong
kemungkinan-kemungkinan itu hanyalah bualan
mencari apa? masa depan? atau angan-angan?
tertiup dari sudut ke sudut
hanya debu
kembali lagi
hanya debu
dideru angin
dikibas kendaraan
ditiup sepi
dan aku terus berjalan, masih tanpa arah
tak kutemui ketenangan barang setitik pun
dari sudut ke sudut
yang ada hanya kegaduhan
saling mengintip
jalan kesedihan masing-masing
1. Merasa hebat, menjadi pengecut pun tak becus
adalah mata yang perih
melihat kekacauan
adalah telinga yang berdengung
mendengar perdebatan
adalah mulut yang tak bisa diam
menerima hasil tak seberapa
adalah hati yang geram
merasakan kegagalan
lelah,
geram tak kunjung padam
sedangkan marah disangka tak ramah
payah,
mimpi membangun negeri
usaha angin-anginan
berbenah,
membenahi apa?
mempertahankan ego?
menyerah,
gerutu sendiri
tiada arti
bahkan untuk menjadi pengecut pun aku tak becus
1. Tak ada yang bisa dipercaya
baru kemarin bertemu
hari ini sudah dirundung pilu
ternyata pertemuan hanyalah awal ketakutan
biasnya memalingkan mata
indahnya menjelma luka
BACA JUGA Tulisan lain dalam rubrik Puisi dan tulisan Fuji Fitri Anjani lainnya.