Berbicara lingkungan merupakan hal yang sering digembor-gemborkan oleh orang-orang yang berkecimpung pada dunia tersebut, sebut saja mereka sebagai pencinta lingkungan. Hidup sehat dapat terwujud dari lingkungannya yang bersih dan sehat. Akan tetapi kita sering tidak mengetahui bagaimana ukuran lingkungan yang bersih dan sehat itu, bahkan kita sering bertanya bagaimana merawat lingkungan dengan benar? Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang sebetulnya peduli tapi tidak tahu harus berbuat apa. Ada juga yang lebih menyedihkan yaitu orang yang benar-benar apatis terhadap lingkungan itu sendiri.
Sejak usia dini kita sudah dikenalkan bagaimana merawat lingkungan agar tetap lestari dan tidak rusak. Tapi pada kenyataannya tidak semua orang peduli terhadap lingkungan. Hal ini berdampak pada kerusakan lingkungan yang terjadi karena orang-orang yang apatis terhadap resiko dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Oleh karena itu banyak pergerakan-pergerakan yang dilakukan pencinta lingkungan untuk menyadarkan kembali masyarakat. Bagaimana menyadarkan masyarakat untuk kembali peka terhadap lingkungan itu sendiri di antaranya adalah bagaimana kita merawat lingkungan agar tetap lestari yang dimulai dari bidang akademisi, kemudian bagaimana mencintai lingkungan itu berdasar atas budaya yang ada. Semua itu dikaji dalam acara-acara yang menyangkut peduli lingkungan, salah satunya adalah acara yang diselenggarakan Kementrian Lingkungan BEM Kema Unpad yang mengangkat Indonesian Environment Summit (IES).
Kamis (5/11) Kementrian BEM Kema Unpad menyelenggarakan acara yang mengajak masyarakat kembali pada fitrahnya sebagai khalifah di bumi. Kata-kata ini kami kutip dari salah satu pembicara yaitu Kang Aat. Kang Aat adalah seorang budayawan Jawa Barat yang pada kesempatan ini menjadi pembicara pada acara tersebut. Kang Aat memaparkan bagaimana kita bisa merawat lingkungan berdasar perfektif budaya. Apakah budaya berperan dalam masalah ini? Rasanya tidak. Tapi anggapan itu salah karena kita hanya melihat dari satu sisi saja. Beruntung bagi teman-teman yang ikut berperan dalam acara ini, karena kita bisa mendengar dan melihat bagaimana budaya turut berperan penting dalam kelestarian lingkungan.
Acara yang berlangsung selama empat hari mulai tanggal 5 sampai 8 November 2015 ini membawa 135 peserta dari 45 Universitas di Indonesia. Menarik karena dari sekian juta mahasiswa Indonesia, ternyata masih ada mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan. Acara ini mendapat tanggapan positif dari peserta bahkan masyarakat. Menurut pendapat salah satu peserta yang kami wawancarai selepas acara, namanya Alisa dari Institut Teknologi Bandung melotarkan respon positif acara tersebut “Saya tertarik melihat isu lingkungan yang beredar di masyarakat Indonesia sekarang, dan saya lihat acara ini menarik, jadi saya tertarik untuk berkontribusi”.
“Muncul sebuah rasa bangga ketika mengumpulkan berbagai jas almamater di Universitas Padjadjaran untuk mengikuti acara Indonesian Environment Summit ini” Zaki ketua pelaksana Indonesia Environment Summit yang kami wawancarai selepas acara. (Nunung)