KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), tentu kita sudah mengetahui bahkan mengenal lembaga satu ini, lembaga yang betugas untuk menyeleksi siaran yang akan disiarkan kepada masyarakat atas dasar “terbinannya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencercerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.” Dengan bentuk nyata yaitu, melakukan sensor atau bahkan melarang konten-konten siaran yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku atau tidak sesuai dengan visi misi dari KPI itu sendiri.
Namun, sangat disayangkan hal-hal yang menjadi visi misi dan tugas utama KPI tidak tercermin dari perilaku beberapa pekerjanya. Tepat pada tanggal 1 September 2021, sebuah fakta yang sangat mengejutkan hadir di media sosial. Berita ini pertama kali dibagikan oleh akun Instagram atas nama grassroot.id dan langsung viral di masyarakat.
Pada unggahan itu terdapat seorang pria yang berkerja di KPI berinisial MS membagikan kisah pelecehan seksual yang dialaminya. MS mengaku mengalami kasus pelecehan pada tahun 2015.
Namun sebelum kasus pelecehan ini terjadi, MS seringkali mengalami perundungan yang dilakukan rekan kerjanya sejak tahun 2012, kejadian ini sangat mengguncang psikis dari MS, hingga ia mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
Hal yang membuat berita ini viral adalah tidak adanya tindak lanjut dari pihak kepolisian atas laporan yang ia berikan. Pada laporan pertamanya, pihak kepolisian hanya menanggapi dengan kalimat “Lebik baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan.”
Hal ini membuat MS merasa kebingungan, bukankah korban tindak pidana memiliki hak untuk melapor kepada pihak yang berwajib? Lalu pada laporan yang kedua, pihak kepolisian tidak menanggapi laporan yang ia buat dengan serius, dan terkesan meremehkan dengan kalimat “Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya.” Hal ini kembali menjadi bukti kecacatan di tubuh pihak Kepolisian Republik Indonesia, dengan tidak membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) laporan korban tindak pidana.
Selain dari kurangnya kinerja kepolisian, tindak lanjut dari pihak KPI sendiri pun terkesan aneh, karena hanya memindahkan MS ke ruangan lain yang dianggap “ditempati orang-orang yang lembut dan tak kasar”, hal ini malah semakin memperkeruh suasana dengan bertambahnya perundungan yang ia alami. Perilisan pers ke media sosial yang MS lakukan bertujuan untuk membagikan kisahnya dan berharap pihak berwajib mau menindaklanjuti pelecehan seksual yang ia alami.
Setelah kasus ini viral di media sosial, polisi baru bergerak untuk menindaklanjutinya, tetapi dari pihak kepolisian sendiri terdapat sanggahan atas keterangan yang korban buat di rilisan pers tersebut, di mana Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menegaskan jika tidak ada laporan yang masuk atas nama MS terkait kasus ini dan ia baru melapor setelah kisahnya viral.
“Saudara MS tidak pernah membuat atau datang ke Polsek Gambir membuat laporan polisi,” ujar Yusri kepada Kompas.com.
Selain sanggahan yang dibuat oleh pihak kepolisian, mereka pun hanya menetapkan 5 orang tersangka atas nama RM, FP, RE, EO, dan CL yang akan dimintai keterangan pada hari senin. Hal ini tidak sesuai dengan keterangan MS yang dimuat di media sosial, di mana diketerangannya itu, MS menyebutkan bahwa pelaku terdapat 7 orang. Selain dari tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak kepolisian, pihak KPI akhirnya melakukan kebijakan di mana 7 orang yang dimuat dalam perilisan pers dibebastugaskan dan mendorong penyelesaian lewat jalur hukum.
Kasus ini kembali menambah daftar kelas kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, setelah dulu viral kasus Saipul Jamil yang melakukan pelecehan terhadap RS pada 2016 silam, lalu kasus Gilang Bungkus pada tahun 2020, dan kasus pelecehan yang belum lama ini terjadi di Fisip Unpad.
Tetapi anehnya, setelah viral kasus MS, pihak KPI seakan tidak menanggapi dengan serius konten-konten yang memuat hal ini. Mantan terpidana kasus pelecehan seksual Saipul Jamil, kembali membuat kontroversi dengan penyambutan kebebasan yang dilakukan para penggemarnya, seharusnya konten seperti ini bisa disensor atau dilarang oleh KPI, karena akan berimbas terhadap pola pikir masyarakat Indonesia.
Jika hal ini dibiarkan begitu saja, akan membuat masyarakat memiliki pola pikir yang malah memaklumi mantan pelaku kasus pelecehan seksual dan menganggap bahwa kasus pelecehan adalah kasus pidana yang ringan.
Menarik untuk kita kawal kasus MS ini dan penyelesaian jalur hukumnya, lalu tindakan apa yang akan diambil KPI terhadap konten penyambutan Saipul Jamil. Semoga hal ini menjadi yang terakhir dan tidak ada lagi kasus pelecehan di Indonesia. (MFR)