Delapan Maret kerap sekali dirayakan sebagai Hari Perempuan Internasional. Kita perlu menuntut, mengingat, dan merayakan diri kita sebagai perempuan. Kehadiran para penulis perempuan yang berani menyuarakan keresahan dan mengkritisi sistem patriarki yang tertanam di dunia patut dikenal, diingat, dan dibaca karyanya. Yuk, simak kisah-kisah sastrawan perempuan dengan karya terbaiknya!
1. Nawal As-Sa’dawi
Nawal As-Sa’dawi atau dikenal juga sebagai Nawal El Saadawi merupakan seorang penulis feminis asal Mesir. Salah satu bukunya, berjudul Woman at Point Zero atau yang dalam versi terjemahan Mochtar Lubis dikenal sebagai Perempuan di Titik Nol. Kutipan pada novel Perempuan di Titik Nol:
“Namun, saya tidak pernah ragu sedikit pun tentang integritas dan kehormatan saya sebagai seorang wanita. Saya tahu bahwa profesi saya diciptakan oleh laki-laki, dan bahwa laki-laki mengendalikan kedua dunia kita, dunia di bumi dan dunia di surga. Laki-laki memaksa perempuan untuk menjual tubuh mereka dengan harga tertentu, dan tubuh yang dibayar paling rendah adalah tubuh seorang istri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu bentuk atau lainnya.”
2. Ayu Utami
Memiliki nama lengkap Justina Ayu Utami atau kerap disapa Ayu Utami, merupakan seorang aktivis, jurnalis, dan sastrawan perempuan Indonesia. Salah satu novelnya fenomenal dan penuh kontroversial berjudul Saman. Novel ini lahir pasca runtuhnya pemerintahan Soeharto di tahun 1998 dan kerap mengeksplorasi perihal perempuan dan seks. Salah satu kutipan pada novel Saman:
“...sebab mereka mengkhianati wanita. Mereka cuma menginginkan keperawanan, dan akan pergi setelah si wanita menyerahkan kesucian. Sebab yang curang lagi-lagi Tuhan: dia menciptakan selaput dara tapi tidak membikin selaput penis.”
3. Abidah El Khalieqy
Abidah El Khalieqy merupakan seorang penulis yang sering sekali karyanya berisi tentang perjuangan muslimah, lahir pada 1 Maret 1965 di Jombang. Salah satu bukunya berjudul Perempuan Berkalung Sorban. Dalam novel ini, Abidah El Khalieqy membahas tentang fenomena kekerasan rumah tangga yang sering sekali berkaitan dengan patriarki. Salah satu kutipan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban:
“Dalam adat istiadat kita, dalam budaya nenek moyang kita, seorang laki-laki memiliki kewajiban dan seorang perempuan juga memiliki kewajiban. Kewajiban seorang laki-laki, yang terutama adalah bekerja mencari nafkah, baik di kantor, di sawah, di laut atau di mana saja asal bisa mendatangkan rezeki halal. Sedangkan seorang perempuan, mereka juga memiliki kewajiban, terutama adalah mengurus urusan rumah tangga dan mendidik anak. Jadi memasak, mencuci, mengepel, menyetrika, menyapu, dan merapikan seluruh rumah adalah kewajiban seorang perempuan. Demikian juga memandikan anak, menyuapi, menggantikan popok dan menyusui, itu juga kewajiban seorang perempuan.”
4. N. H. Dini
Nurhayati Sri Hardini atau kerap kita kenal dengan N. H. Dini merupakan seorang sastrawan perempuan di Indonesia yang berbakat. Beliau telah menerbitkan beberapa buku, salah satunya berjudul Pada Sebuah Kapal. Beberapa ciri khas dari karya-karya N. H. Dini adalah tokoh utama perempuan, membahas isu perselingkuhan, dan seks secara terbuka. Salah satu kutipan pada novel Pada Sebuah Kapal:
“Aku harap kau tidak terlalu menutup mata untuk membedakan antara nafsu dan cinta yang sebenarnya.”
5. Oka Rusmini
Ida Ayu Oka Rusmini atau biasa dikenal sebagai Oka Rusmini adalah salah satu sastrawan dan penyair perempuan Indonesia yang memfokuskan tulisannya pada adat kebudayaan dan feminisme. Salah satu novel yang ditulisnya adalah Tarian Bumi. Pada karya ini, Oka Rusmini mengangkat mengenai isu sosial dan kehidupan perempuan Bali dalam menghadapi adat kebudayaan Bali. Salah satu kutipan pada novel Tarian Bumi:
"Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak bisa mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh. Hanya dengan cara itu mereka sadar dan tahu bahwa mereka masih hidup. Keringat mereka adalah api. Keringat itulah asap dapur bisa tetap terjaga. Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui hidup itu sendiri.”
6. Djenar Maesa Ayu
Djenar Maesa Ayu merupakan sastrawan perempuan di Indonesia. Salah satu tulisan terkenalnya tertuang dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang Saya Monyet. Buku tersebut berisi tulisan Djenar Maesa Ayu yang terdiri dari 11 cerpen dan mengangkat isu-isu feminisme dalam tulisannya. Salah satu kutipan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang Saya Monyet:
“Raga saya lumpuh. Ular itu menyergap, melucuti pakaian saya, menjalari satu per satu lekuk tubuh saya. Melumat tubuh saya yang belum berbulu dan bersusu, dan menari-nari di atasnya memuntahkan liur yang setiap tetesnya berubah menjadi lintah….”
7. Ester Lianawati
Ester Lianawati merupakan seorang penulis dan psikolog perempuan asal Indonesia. Setelah mengenyam pendidikan S-1 Jurusan Psikologi Universitas Atma Jaya dan S-2 Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia, Ester berpikir pentingnya psikologi yang bersifat feminis. Ide tersebut tertuang melalui karya-karyanya, salah satunya melalui buku Dari Rahim Ini Aku Bicara. Salah satu kutipan buku Dari Rahim Ini Aku Bicara :
“Diminta cantik, seksi, dan memikat tapi harus tahu malu (apalagi jika sudah jadi ibu) dan juga malu-malu (perawan naif tentu lebih memesona).”
Melalui tokoh-tokoh sastrawan perempuan di atas dan karya hebat mereka, kita bisa mencontoh bahwa sebagai perempuan harus hidup dengan berani, berani untuk bersuara dan berani untuk marah saat hak kebebasan kita sebagai perempuan direnggut. Tokoh-tokoh sastrawan perempuan di atas merupakan bentuk nyata dari “Hidup Perempuan yang Melawan!”