Ia membawa lari ingatan saya lagi. Entah di mana kali ini Ia bersembunyi. Yang saya tahu kepiawaian Ia mencari tempat persembunyian makin hebat saja dari hari ke hari. Jadi pasti akan sulit sekali mencarinya kali ini.
Kutipan di atas ada di dalam salah satu cerpen berjudul “Saia”. Cerpen yang juga menjadi judul buku ini bercerita tentang seorang anak yang kerap kali mendapat siksaan dari kedua orang tuanya. Karena sering mendapat tekanan itu setiap hari, tokoh ‘saya’ mempunyai semacam teman khayalan yang dia panggil Ia. Pada akhir cerpen, kedua orang tua ‘saya’ menonton televisi yang kebanyakan tentang berita kejahatan berhubungan dengan anak di bawah umur.
Dalam buku SAIA, penulis mengambil tema kelam yang berhubungan dengan sisi gelap kehidupan dan seks. Buku ini membuat kita membuka mata, bahwa segala sesuatu tidak seindah yang terlihat. Bahwa kehidupan bukan sesuatu yang bisa dimain-mainkan. Seperti pada cerpen “Mata Telanjang” yang menceritakan seorang pria yang jatuh cinta kepada penari telanjang di sebuah klub. Penari telanjang itu juga perlahan jatuh cinta pada pria tersebut. Seiring waktu, hubungan keduanya mulai dekat, bahkan hampir menuju jenjang pernikahan. Hingga akhirnya sang pria meminta penari telanjang yang dicintainya itu untuk melayani rekan bisnisnya demi kelancaran proyek. Penari telanjang itu marah, dan memutuskan untuk tidak lagi menemui pria tersebut hingga ajal menjemputnya.
Akan tetapi bukan berarti kita harus menyerah pada kesulitan yang dialami selama hidup, seperti ditunjukkan dalam cerpen berjudul “Air”. Cerpen ini bercerita tentang seseorang yang terpaksa menjadi single-parent. Perjalanan hidup tokoh utama dimulai dari kejadian terbentuknya bayi yang tidak diinginkan sampai bayi itu beranjak remaja. Sifat takpantang menyerah dari tokoh utama terlihat dari setiap akhir senuah peristiwa.
Segala sesuatu yang sederhana bisa dijadikan sebuah cerpen oleh Djenar Maesa Ayu, seperti dalam cerpennya yang berjudul “Nol-Dream Land”. Cerita ini dibuka dengan paragraf berikut ini:
Tik-tok, tik-tok. Kiri-kanan. Tik-tok, tik-tok. Terus jalan ke depan. Tik-tok, tik-tok. Jangan pelan-pelan.
Tokoh bernama Nayla sedang berpacu dengan waktu karena ia tak ingin terlambat mendatangi pertemuan dengan klien yang katanya seorang pesohor. Saat Nayla menaiki sebuah elevator, tiap angka yang ditunjukkan di dalam elevator itu mengingatkan Nayla dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya: angka 16 yang mengingatkannya pada tanggal pernikahannya, angka 17 yang mengingatkannya pada usia saat ia lulus SMA, angka 18 mengingatkannya pada saat kesulitannya memasuki jurusan Bisnis padahal ia menginginkan jurusan sastra namun tak direstui kedua orang tuanya, dan angka-angka lainnya. Sebagian besar isi cerpen ini diisi dengan tiruan bunyi jam (tik-tok) saja namun, jika dibaca lebih teliti cerpen ini mempunyai makna yang cukup dalam.
Hal sederhana lainnya yang mungkin juga dialami oleh banyak orang tertuang pada cerpen berjudul “Qurban Iklan”. Seperti pada judulnya, cerita pendek ini memang mengisahkan tokoh saya yang harus bolak-balik kamar mandi karena rasa mulas setelah mengonsumsi sebuah teh herbal.
Ada beberapa cerpen yang saya tidak tahu maksud dari cerita tersebut, seperti cerpen berjudul “Air Mata Hujan” yang hanya terdiri dari satu lembar. Ada juga beberapa cerpen yang harus saya baca lebih dari sekali untuk mengerti maksud dari cerpen tersebut.
Terlepas dari kelemahan yang saya sebutkan tadi, kumpulan cerita berjudul ‘Saia’ ini mengambil tema-tema yang lumayan seru untuk diikuti. Sebagai penutup, saya lampirkan salah satu kutipan puisi dalam cerpen “Air”.
Air dapat memelukmu
Tapi tak akan membelenggumu
Air dapat pantulkan cahayamu
Tapi tak dapat jadikanmu nyata.
*) Jenny