Kabar mengenai perkuliahan dalam jaringan (daring) mulanya sempat disambut bahagia oleh beberapa pihak. Sebagian besar mahasiswa segera menyiapkan kepulangan sesaat setelah kabar itu dikonfirmasi oleh pihak kampus. Tempat-tempat yang biasanya ramai menjadi sepi seketika. Hingga tiba akhirnya perkuliahan daring pertama, rupanya kualitas perkuliahan jauh dari kata memuaskan.
Ada begitu banyak keluhan yang tersebar di jagat maya beberapa saat setelahnya. Kini, tepat satu tahun berjalan setelah ditetapkannya kebijakan perkuliahan daring. Lantas, bagaimana pendapat mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) terkait perkuliahan daring yang telah berjalan selama satu tahun ini?
Pada tanggal 8-15 Maret kemarin, kami membagikan kuesioner secara daring kepada mahasiswa FIB untuk mengetahui keluhan-keluhan kuliah daring yang dialami mahasiswa selama satu tahun perkuliahan. Metode yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan atau seadanya yang berada di lapangan (Sugiyono, 2009:85). Hasilnya terdapat 267 responden yang tersebar dari 10 jurusan FIB tanpa terkecuali dan empat angkatan aktif 2020 (42,3%), 2019 (41,9%), 2018 (12,7%), dan 2017 (3%).
Indikator | Ya | Tidak |
Apakah pernah mengalami kendala jaringan akibat koneksi internet yang buruk? | 95,1% | 4,9% |
Apakah ada kendala dalam kemampuan membeli kuota internet untuk pembelajaran daring? | 52,6% | 47,4% |
Apakah media pembelajaran cukup memadai? (Ketersediaan referensi seperti jurnal, buku, dsb) | 31,6% | 68,4% |
Apakah penjelasan dosen dapat dipahami dengan kondisi belajar secara virtual? | 42,1% | 57,9% |
Apakah pembelajaran dari dosen cukup menarik dan interaktif? | 34,6% | 65,4% |
Pernahkah terjadi miskomunikasi dengan teman atau dosen? (Perihal tenggat, rincian tugas, dsb) | 89,5% | 10,5% |
Pernahkah terjadi dosen yang memindahkan jadwal secara mendadak dan sepihak? | 66,9% | 33,1% |
Apakah fasilitas room video confrence (zoom, google meet) cukup memadai? (ketersediaan fitur premium yang mencakup kuota peserta dan limit waktu penggunaan) | 51,1% | 48,9% |
Apakah pembelajaran daring membuat Anda lebih fokus atau mudah terganggu oleh berbagai situasi dan kondisi? | 90,6% | 9,4% |
*Kami dibantu oleh BEM Gama FIB dalam penyebaran kuesioner.
Selain beberapa indikator di atas, kami juga menghimpun saran serta keluhan dari para mahasiswa FIB terkait perkuliahan daring. Banyak mahasiswa mengusulkan penyediaan lebih banyak lagi akun premium untuk digunakan dalam kegiatan perkuliahan, di mana dalam praktiknya masih terdapat beberapa dosen yang tidak memiliki akun premium. Hal ini menyebabkan kendala baru bagi perkuliahan dengan jumlah mahasiswa yang tidak sedikit, tidak sekali dua kali terjadi friksi antarmahasiswa karena berebut ruang di media layanan panggilan video—Zoom dan Google Meet.
Permasalahan tersebut mengakibatkan ilmu yang disampaikan pada akhirnya tidak dapat diterima dengan baik oleh beberapa mahasiswa. Demikian pula diperparah dengan kondisi dari beberapa dosen yang masih mengalami keterbatasan dalam memahami teknis perkuliahan daring serta perubahan jadwal secara sepihak yang dilakukan oleh beberapa dosen.
Sistem presensi yang digunakan juga masih perlu perbaikan agar dapat meminimalisir kerugian bagi mahasiswa yang dianggap tidak hadir meski telah mengisi presensi. Selain itu, sebanyak 65,4% responden mengeluhkan perihal ketidakmenarikan beberapa dosen dalam menyampaikan perkuliahan. Menurut mereka, perkuliahan kerap kali tidak maksimal karena metode yang digunakan cenderung monoton, kurang interaktif, minim inovasi sehingga menjadi membosankan.
Selain teknis penyampaian materi dan sistem yang masih butuh perbaikan, ketersediaan bahan perkuliahan juga menjadi hal lain yang juga penting untuk diperhatikan. Dari hasil survei kemarin, terhitung 68,4% mahasiswa merasa kesulitan mendapatkan bahan perkuliahan (Ketersediaan referensi jurnal, buku, dsb) yang sangat dibutuhkan dalam proses perkuliahan yang juga kemudian berpengaruh pada kualitas pengerjaan tugas-tugas yang diberikan. Masih berkaitan dengan tugas, beberapa mahasiswa juga mengeluhkan pemberian tugas yang terkadang cenderung berlebihan. Ketika masa ujian, durasi pengerjaan yang diberikan dalam beberapa mata kuliah juga cenderung singkat sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal.
Permasalahan perkuliahan daring tidak berhenti di situ saja, melainkan juga terdapat pada proses pembayaran serta transparansi penggunaan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa selama perkuliahan daring. Menurut beberapa mahasiswa, info terkait pemotongan biaya UKT terlalu lambat. Tak jarang, lambatnya informasi ini menyebabkan beberapa mahasiswa harus rela menggugurkan hak mereka dalam mendapatkan keringanan pembayaran UKT dengan mengorbankan banyak hal. Berkaitan dengan permasalahan yang terus berulang dalam perkuliahan daring tersebut, sepertinya perlu adanya peninjauan kembali terkait kebijakan nominal UKT yang ditetapkan oleh pihak kampus. Apabila kondisinya sudah memungkinkan, tentu akan lebih baik jika perkuliahan dapat dilakukan dengan langsung tanpa layar yang membatasi interaksi seperti yang terjadi saat ini.
Masalah-masalah tersebut tentu tidak terjadi pada semua elemen yang ada di FIB Unpad. Masih banyak pula dosen yang memiliki kesabaran dan kreativitas tertentu dalam menghadapi mahasiswa, mau mendengarkan masukan yang diberikan, dan lain sebagainya. Hal ini tentu patut diapresiasi, jangan hanya menuntut pemenuhan hak tanpa menyadari upaya terbaik yang dilakukan oleh segelintir pihak. Kendati demikian, secara keseluruhan, menjalankan kuliah daring genap satu tahun rasa-rasanya seperti menjalankan kuliah daring di satu-dua minggu pertama pandemi bergulir, alias tidak ada permasalahan yang betul-betul diselesaikan dan dievaluasi secara mengakar transparan oleh pihak kampus beserta jajarannya, sehingga permasalahan-permasalahan yang dialami sebenarnya permasalahan yang itu-itu saja sampai-sampai mahasiswa pun bosan mendengarkan serta mengalaminya. Menjadi sesuatu yang ironi apabila UKT dibayarkan secara penuh tetapi permasalahan yang terjadi semenjak awal perkuliahan seakan terjadi berulang bahkan hingga setahun kemudian tanpa ada tindak lanjut dari pihak pemangku kebijakan di tingkat fakultas atau universitas. (Azmah Sholihah/Fajar Hikmatiar)