Kekerasan Seksual seperti yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 pasal 1 yaitu kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
Kekerasan Seksual menjadi salah satu masalah laten di Indonesia, terutama di Pendidikan Indonesia saat ini. Dari tahun 2015 sampai 2020, Komnas Perempuan mencatat sebesar 27% aduan kasus kekerasan seksual datang dari perguruan tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan temuan survei Mendikbud Ristek (2019) bahwa kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual (15%), setelah jalanan (33%) dan transportasi umum (19%).
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan bahwa terdapat 3 dosa besar di dalam sistem pendidikan kita yaitu perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual. Ia juga menambahkan bahwa kasus kekerasan seksual dari bulan Januari hingga Juli 2021 yang notabene terjadi saat Covid-19 lebih banyak dibandingkan tahun 2020. “Peningkatan kasus (kekerasan seksual) dipengaruhi oleh krisis pandemi Covid-19 yang merupakan fenomena gunung es, karena jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda,” ujarnya dalam artikel regional.kompas.com.
Kekerasan Seksual setiap harinya menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat, khususnya di Indonesia. Kekerasan Seksual menghantui tidak hanya perempuan tetapi laki-laki termasuk anak-anak pun menjadi sasaran dari pelaku kekerasan seksual. Kekerasan Seksual oleh dosen dalam beberapa bulan terakhir juga semakin marak terjadi dan semakin banyak diberitakan. Menurut Kalis Mardiasih, salah seorang aktivis kesetaraan gender dalam akun Instagramnya, mengatakan bahwa kekerasan seksual sebenarnya sudah banyak terjadi dari dulu, hanya saja ada beberapa alasan yang membuatnya tidak terdengar, seperti informasi tidak semudah sekarang dan budaya victim blaming yang masih kental.
Berikut beberapa berita tentang kekerasan seksual di kampus yang kami rangkum:
- Pelecehan Seksual mahasiswi di Semarang
Seorang mahasiswi dipaksa dosen kampus swasta di Semarang melakukan hubungan badan. Korban diintimidasi diberikan nilai jelek jika tidak mengikuti permintaan pelaku. Korban mulai bertemu dengan pelaku sejak semester 3 dan nantinya pelaku sering menghubungi korban melalui Direct Messages Instagram dan Whatsapp. Pelaku memaksa korban melakukan hubungan tidak senonoh dari 2020 hingga 2021. Pelaku kemudian dilepas dan dikeluarkan dari kampus swasta terkait.
- Pelecehan Seksual mahasiswi di Aceh
Tiga mahasiswi dan seorang lainnya yang merupakan alumni mengalami pelecehan seksual melalui pesan ponsel yang mengarah pada tindakan tidak senonoh. Korban tidak mengalami kekerasan seksual secara fisik. Kejadian tersebut telah terjadi dari 2019 hingga 2021 di Universitas Riau. Belum ada investigasi lebih detail lantaran pihak terkait masih dalam proses menemani dan menenangkan korban serta penentuan langkah strategis. “Kami pastikan data dan kronologisnya dulu. Setelah itu kita pikirkan langkah terbaik,” ujar Ainun Nabilah Rahmanita, Ketua Kohati Lhokseumawe di suatu artikel kompas.tv.
- Perlakuan Seksual pada mahasiswi di Palembang
Tiga mahasiswa mendapat pesan tidak senonoh dalam Whatsapp oleh seorang dosen Universitas Sriwijaya. Hisar Siallagan, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel mengatakan pelaku terancam maksimal 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 9 Juncto Pasal 35 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. “Alat bukti sudah cukup. Salah satu bukti utama yaitu nomor telepon yang digunakan tersangka. Itu benar adalah miliknya (tersangka). Diketahui setelah penyidik bekerja sama dengan pihak penyedia jaringan telekomunikasi,” ungkapnya pada artikel nasional.tempo.co. Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (10/12) lalu dan ditahan oleh Polda Sumatera Selatan selama 20 hari.
- Tindakan tercela pada mahasiswi di Palembang
Seorang mahasiswi dilecehkan oleh seorang staf laboratorium Universitas Sriwijaya. Korban dipaksa melakukan tindakan tercela saat hendak meminta tanda tangan untuk kepentingan skripsi. Iwan Setiabudi selaku Wakil Rektor 3 Universitas Sriwijaya mengatakan bahwa pelaku diproses menggunakan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Polda Sumsel langsung menginvestigasi pelaku. Pelaku kemudian langsung dicopot dari posisinya.
- Kasus pelecehan di Jember
Seorang dosen Universitas Jember melecehkan keponakannya yang berusia 16 tahun. Pelaku melakukannya sebanyak 2 kali pada akhir 2020 dan bulan Maret lalu. Kasus tersebut terungkap setelah korban mengunggah status di Instagram. Korban sempat merekam suara dengan ponselnya yang diletakkan di bawah bantal saat pelaku melakukan perlakuan seksualnya. Pelaku selanjutnya dihukum 6 tahun pidana serta denda sebesar Rp 50 juta.
- Kejadian pelecehan di Jakarta
Mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menderita pelecehan seksual oleh seorang dosen. Pelaku memberikan pesan seksual pada korban. Kejadian ini sendiri telah terjadi beberapa tahun yang lalu dan baru saja diberitahukan oleh korban pada 2019. Korban sendiri telah melapor pada pihak Fakultas Teknik dan Program Studi Pendidikan Tata Rias. Pihak Rektorat juga akan menggunakan peraturan rektor mengenai pembentukan Tim Satgas mengenai kekerasan seksual. Polda Metro Jaya menunggu laporan dari korban untuk mendalami kasus tersebut. Pelaku telah dibebastugaskan dari kegiatan bimbingan mahasiswa.
- Pelecehan Seksual mahasiswi di Riau
Korban dilecehkan oleh seorang dosen Universitas Riau saat sedang melakukan bimbingan skripsi. Korban mengalami pelecehan seksual pada Rabu (28/10). Korban kemudian membagikan ceritanya di akun Korps Mahasiswa Hubungan Internasional pada Kamis (4/11). Pelaku dilaporkan ke Polresta Pekanbaru pada Jumat (5/11) bersama ibu, tante, dan anggota BEM. Kasus ini kemudian diambil alih oleh Polres Riau. Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto. “Dan melalui proses gelar perkara, telah ditetapkan status tersangka terhadap pelaku dalam kasus tindak pidana dugaan perbuatan cabul,” ujar Sunarto dari suatu wacana regional.kompas.com.
- Pelecehan Seksual pada siswi SMP di Balikpapan
Korban berkenalan dengan pelaku melalui Facebook. Korban dibawa ke penginapan dan dilecehkan 2 kali. Korban melapor pada keluarganya dan nantinya mereka membawa kasus tersebut ke Polres Penajam Paser Utara (PPU). Pelaku ditangkap pada Rabu (8/9) lalu. Pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara dan diproses dengan pasal berlapis, yaitu pasal persetubuhan dengan anak serta pasal membawa lari anak tanpa izin dari orangtua terkait.
- Tindakan tidak senonoh pada mahasiswi di NTB
Korban dilecehkan saat sedang bimbingan skripsi. Korban menceritakan kejadian tersebut kepada keluarga dan pihak kampus. Kejadian tersebut berlangsung pada (24/10/20) lalu. Sidang Komisi Etik Fakultas Hukum Universitas Mataram mengeluarkan pernyataan bahwa pelaku melanggar beberapa pasal peraturan rektor. ”Melanggar pasal 2 huruf b, pasal 4 huruf a poin 3, pasal 5, dan pasal 6 Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2011,” ujar Ketua Komisi Etik Senat Prof Dr Zainal Asikin di suatu berita lombokpost.jawapos.com. Majelis kode etik kampus pun menjatuhkan hukuman skors selama 5 tahun.
- Kekerasan Seksual mahasiswi di Malang
Seorang mahasiswi mengalami kekerasan seksual oleh pacarnya. Korban mengalami kekerasan seksual sejak 2019 oleh pacarnya dan di lingkungan kampus, yaitu Universitas Brawijaya. Pelaku dikenakan pasal aborsi dan hukuman penjara selama 5 tahun. Pelaku juga diberi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Pelaku melanggar pasal 7 dan pasal 11 serta pasal 348 Juncto 55 KUHP tentang aborsi dan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Pelaku telah ditahan di Polres Mojokerto.