02 Juni 2016, adalah kesempatan terakhir bagi mahasiswa FIB untuk memperbaiki daftar kehadirannya. Semester ini merupakan pertama kalinya pihak dekanat menerapkan sistem absensi yang langsung diinput ke laman Student Unpad. Mahasiswa diwajibkan untuk memenuhi kehadiran dengan persentase sebanyak 80% agar dapat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS). Oleh karena itu, jatah ketidakhadiran mahasiswa bergantung pada jumlah pertemuan tiap mata kuliah. Mahasiswa mendapatkan tiga kali kesempatan untuk tidak hadir, baik itu izin maupun sakit, apabila jumlah pertemuan satu mata kuliah sebanyak 15 kali. Apabila jumlah pertemuan kurang dari 15 kali, maka jatah absen mahasiswa pun berkurang.
Hari ini, ruangan administrasi tiap gedung dipenuhi mahasiswa yang ingin memperbaiki absensinya. Kurangnya sosialisasi kepada mahasiswa menyebabkan masih banyak mahasiswa yang kebingungan akan peraturan baru ini. Meskipun sudah ada pengumuman melalui spanduk dan mading di tiap gedung, belum semua mahasiswa paham. Masih banyak yang mengira bahwa tolak ukur absensi adalah jumlah absen, bukan persentase kehadiran.
Banyak mahasiswa mengaku kerepotan mengurus kekurangan persentase absensi ini, karena selain harus mengonfirmasi ke dosen terkait, mahasiswa juga harus menghadap ke ruang administrasi untuk perbaikan. Kebijakan ini dinilai terlalu dini untuk direalisasikan melihat belum adanya kedisiplinan yang diterapkan oleh dosen. Masih banyak dosen yang mangkir hadir di kelas sehingga banyak mata kuliah yang jumlah pertemuannya tidak sampai 15 kali. Dengan begitu, mahasiswa yang sudah absen tiga kali, kelimpungan mencari cara untuk menaikkan persentase kehadirannya. Peraturan baru ini masih memiliki kekurangan-kekurangan yang menyebabkan tujuan untuk mendisiplinkan mahasiswa menjadi susah tercapai. Kewajiban memenuhi persentase kehadiran sejumlah 80% agar diperbolehkan mengikuti UAS ini memicu mahasiswa untuk melakukan berbagai cara agar absennya dapat diganti menjadi sebuah tanda ceklis. Beberapa mahasiswa mengaku harus membuat surat izin sakit ataupun berbohong ketika berhadapan dengan staf administrasi demi memenuhi persyaratan UAS tersebut.
Benar adanya bahwa selama ini sistem absensi di FIB masih longgar, namun ketidakdisiplinan dosen juga menjadi sebuah justifikasi bagi mahasiswa untuk tidak hadir di kegiatan perkuliahan. Pihak Dekanat hanya menekankan keharusan disiplin bagi mahasiswa, namun kedisiplinan dosen sendiri tidak diperhatikan. Seharusnya, perbaikan sistem absensi ini diikuti dengan kebijakan lain yang mengatur kedisiplinan dosen juga. Hal ini dilakukan untuk menghindari jumlah pertemuan yang kurang dari 15 kali, dan menghilangkan tendensi mahasiswa untuk menghalalkan segala cara demi menaikkan persentase kehadirannya, yang secara tidak langsung akan mendorong mahasiswa dan dosen untuk menjadi lebih disiplin. Mahasiswa tidak dapat dipaksa untuk disiplin dan mengikuti peraturan absensi yang ketat apabila para dosen pun tidak menerapkan kedisiplinan dalam bertugas.(mbul)