SWING GIRLS: TRANSFORMASI INSIDEN MENJADI ANTUSIASME

Redaksi Pena Budaya
6476 views
','

' ); } ?>

Sutradara                     : Shinobu Yaguchi

Penulis naskah            : Shinobu Yaguchi

Produser                      : Shintaro Horikawa, Shoji Masui, Daisuke Sekiguchi

Rumah Produksi         : Altamira Pictures, Toho, Fuji TV

Distributor                   : Toho

Tanggal rilis                : September 11, 2004

Durasi                          : 105 min.

Genre                          : Komedi, Musik, Remaja

Bahasa                         : Jepang

Negara                         : Jepang

Pernah kah kamu bersemangat luar biasa setelah menemukan sesuatu yang kamu sukai? Entah itu hobi, tujuan hidup, cita-cita, atau merasa bahagia ketika mencoba hal baru. Kalau benar, maka selamat, kamu pernah merasakan antusiasme. Salah satu bumbu penting dalam kehidupan ini dapat menjadi pendongkrak dalam perubahan hidupmu. Namun terkadang, kedatangannya tidak bisa kita duga. Semua ini bisa kamu temukan dalam Swing Girls.

Film ini mengisahkan sekelompok remaja SMA tanpa pengalaman bermain musik yang dipaksa menggantikan anggota brass band sekolah mereka. Tomoko Suzuki (Juri Ueno) dan anak-anak di kelas tambahan Pak Ozawa (Naoto Takenaka) di musim panas sudah jenuh dengan pelajaran matematika. Mengetahui bekal makan siang anak-anak brass band tertinggal, mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk membolos dengan alasan mengantarkan bekal. Hal sesederhana itu tidak berjalan mulus. Mereka turun di tempat yang salah, hampir ditabrak kereta, hingga menjatuhkan diri ke semak. Alhasil, bekal yang dimakan oleh anak-anak Brass Band sudah tidak higienis dan membuat mereka semua harus dirawat di rumah sakit, terkecuali Takuo Nakamura (Yuta Hiraoka), yang bekalnya dilahap habis oleh Tomoko. Dari insiden itulah, Tomoko dan kawan-kawannya memulai babak baru dengan masalah yang mereka ciptakan sendiri.

Sudah banyak film Jepang yang menawarkan cerita perjuangan seorang amatir menjadi sukses sehingga terkesan klise dan mudah ditebak. Bedanya, Swing Girls berhasil menonjolkan antusiasme dengan gaya humoris dan penuh kebanyolan khas remaja. Bahkan kisah perjuangan ini dibuka dengan insiden lucu, bukan dengan kisah tragis maupun hal berat lainnya.

Sebetulnya, pembawaan cerita ini dapat ditebak dari judulnya. Swing dapat didefinisikan sebagai salah satu aliran musik jazz yang lebih elastis dan fleksibel. Dalam kamus Merriam-Webster juga disebutkan bahwa Swing adalah gerakan tarian yang halus dan bebas. Dengan begitu, alur film ini memang dibuat seperti menari dalam musik jazz sehingga kisah perjuangannya pun terkesan ringan, dinamik, dan cenderung menghidupkan keceriaan penonton.

Pada dasarnya karakter-karakter di sini tidak sepenuhnya bisa dijadikan cerminan ideal, bahkan tokoh utamanya menginisiasi teman-temannya untuk membolos. Namun karena para tokoh digambarkan seperti remaja pada kenyataannya, penonton remaja dapat merasakan ikatan emosional dan merasa terhubung. Poin positifnya, perkembangan para tokoh dapat dijadikan acuan atau panutan oleh penonton remaja saking dekatnya mereka dengan realita. Dengan demikian, pesan moral dapat dipercaya dan tidak terkesan muluk-muluk sampai penonton remaja menganggap, “Ah yang seperti itu hanya ada di film.”

Para tokoh menghadapi setiap rintangan layaknya remaja pada umumnya, dengan sungguh-sungguh, kreatif, penuh kecerobohan dan tidak terkesan kaku sehingga penonton dapat menikmati pertumbuhan psikologis mereka sekaligus terhibur dengan aksi mereka.

Biasanya film yang menonjolkan kerja sama tim tidak akan menekankan satu relasi saja (antara satu tokoh A dengan satu tokoh B). Itulah yang terjadi di Swing Girls. Fokus utama cerita ini berada di permasalahan tim sehingga mengapa pertemanan antara Tomoko dan Shihori tidak terurai secara rinci padahal mereka terlihat dekat atau apakah Tomoko dan Nakamura akan berpacaran tidak terlalu diceritakan. Selain itu, Tomoko menjadi tokoh utama bukan karena hubungan dia dengan salah satu tokoh lain mendominasi cerita seperti halnya film romantis, namun karena Tomoko adalah penggerak tim. Jika ini adalah film romantis, mungkin masalah tim akan dikesampingkan dan cerita akan berfokus pada perkembangan hubungan Tomoko dan Nakamura. Itulah yang menyebabkan mengapa relasi antara tokoh diperlihatkan namun tidak terlalu banyak dinamika.

Poin plus film ini adalah adanya ilmu musik yang diselipkan. Banyak sekali adegan di mana detail latihan mereka diurai seperti ketika mereka berlari untuk meningkatkan kapasitas paru-paru, latihan meniup tisu supaya angin yang keluar lebih fokus, berlatih bernafas dari perut, dan lainnya. Jadi setidaknya penonton tidak hanya terhibur, tetapi juga mendapat asupan ilmu. Nilai tambah seperti ini pula yang berhasil menghidupkan suasana jazz band di film ini.

Insiden tidak selamanya buruk, mungkin saja kejadian yang dianggap sial itu membawa berkah. Pesan tersebut berhasil disampaikan dalam film ini. Para remaja yang tadinya ogah bermain musik perlahan-lahan jatuh cinta dan melahirkan antusiasme. Antusiasme mereka berkembang hingga membuat mereka,yang tadinya hanya bisa mengeluhkan kelas tambahan musim panas, menjadi sosok baru yang berhasil menghibur orang lain dengan musik mereka. (Raden Feby Hapsari).

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Lainnya

Inspirasi Budaya Padjadjaran